Selamat datang Kawan!

Menulis bersama angin...
ayo merdeka! ^-^v

Kamis, 04 Februari 2021

KEPING 8 SAHABATKU, AKU BISA MEMBACA LAGI!

 

Merasa sendiri. Meskipun ada orang tua dan adik-adik, juga Mbak Cantika yang menemani, Rania tetap merasa sendirian. Mungkin karena semua orang sibuk dengan pekerjaannya, sementara Rania sibuk sendiri dengan kesulitannya melakukan aktifitas sehari-hari. Akhirnya, merasa sendiri dan kelelahan yang sehari-hari menemani Rania. Meskipun tidak melakukan banyak kegiatan yang melelahkan secara fisik, Rania tetap merasa lelah dan penat. Pengaruh obat yang diminumnya membuat lengan dan punggungnya lemah tak bertenaga. 

Rania juga kehilangan salah satu kemampuan dan yang menjadi hobinya, yaitu membaca. Ya, setelah dia pulang dirawat di rumah sakit jiwa Rania hamper tidak bisa melakukan pekerjaan apapun, kecuali mandi, makan, dan solat. Makan pun sebenarnya Rania malas, malah itu masih berlangsung hingga hari ini jauh setelah penyakitnya agak stabil (meskipun menurut dokter keadaannya tetap belum stabil sih).

Rania sedih karena kehilangan hobinya yaitu membaca, Allah SWT mencabut sementara kemampuannya menangkap kalimat demi kalimat dalam buku atau novel yang dulu digemarinya, dan dengan mudah dilahapnya. Sekarang ini kepalanya mulai merasa sakit setiap kali dia mulai membaca, bahkan ketika dia baru membaca satu halaman buku yang lumayan ringan.

Rania sedih, sedih yang bertambah-tambah. Dia tidak bisa melakukan apa-apa. Dia juga tidak bisa menghabiskan waktunya untuk hal yang digemarinya yaitu membaca. Akhirnya yang dilakukan Rania hanyalah scrolling handphone saja. Mencari-cari sesuatu yang bisa dilakukan olehnya di media social. Akhirnya Rania scrolling kontak whatsapp dan menemukan kontak sahabatnya ketika kuliah dulu yang kini terpisah jarak karena mereka sama-sama pulang ke kampung hamalannya. Nama sahabat Rania itu Titi.

“Arrrrrgggghhhhhhh!” Sial, kepala Rania terasa sakit lagi. Itu selalu saja terjadi setiap kali Rania mencoba mengingat sesuatu secara mendetail. Rania mencoba mengingat percakapannya dengan Titi di Whatsapp, tapi dia bahkan tidak berhasil mengingat siapa yang pertama kali menghubungi di chat  dan berlanjut ke obrolan yang panjang berhari-hari.

Yang Rania ingat, setelah percakapan itu terus berlanjut berhari-hari. Titi tetap setia menjawab pesan-pesan Rania meskipun kadang-kadang hanya pertanyaan membosankan yang diajukan Rania, seperti,”Kamu lagi apa sore ini, Ti?” atau, “Sore ini hujan lebat, rasanya dingin sekali,”

Titi selalu menjawab pesannya, “Minum teh manis hangat saja, Nia!” jawab Titi, dan Rania sumringah dan langsung melompat ke dapur membuat teh manis. Itulah, dukungan moral dari seorang teman sangat diperlukan bagi penderita bipolar. Karena tak mudah untuk seorang penderita bipolar untuk menemukan tempat curhat yang dia percayai, apalagi kalau seorang bipolar itu juga introvert seperti Rania. Jika ada teman yang dia ajak bicara, itu berarti dia nyaman dan orang itu penting baginya.

Selanjutnya Titi tak hanya menemaninya dengan menjawab pesan-pesan Rania saja. Titi juga menyarankan Rania untuk menempelkan kata-kata mutiara atau kata-kata penyemangat yang bisa membuatnya kembali bersemangat di tembok kamarnya.

Titi juga setiap hari rajin mengirimkan foto-foto lembaran buku yang akan mereka baca bersama lalu didiskusikan berdua. Rania jujur kepada Titi kalau dia kehilangan kemampuan menyerap informasi dari bacaan, oleh karena itu meminta Titi mengirimkan sedikit demi sedikit foto lembaran buku positif itu.  Rania dengan serius membaca lembaran-lembaran yang dikirimkan sahabatnya lalu membuat tanggapan. Titi juga menyarankan agar Rania mencatat poin penting yang dia dapat, dan Rania melakukannya.

Hari demi hari berlalu, berkat bantuan Titi dan program membaca serta mencatat yang dilakukannya bersama Rania, Rania mulai bisa membaca buku kembali dengan jumlah halaman lebih banyak. Kini kepalanya tidak sakit dan pusing lagi di halaman pertama. Rania mulai bisa menikmati kembali hobinya yaitu membaca. Meskipun ya, ada waktu kepalanya kembali sakit dan pusing, tapi bisa Rania atasi dengan berhenti sejenak dari kegiatan membaca itu.

Pengalaman ini membawarania pada kesadaran, bahwa membaca juga adalah nikmat dari Allah SWT yang seringkali dia lupa untuk bersyukur. Setelah Dia mencabut kemampuan membaca itu, Rania sadar bahwa suatu hari ketika kemampuan membacanya kembali, dia harus bersyukur. Tak hanya sibuk mengeluhkan cita-citanya yang ingin jadi pengusaha namun belum terlihat perkembangannya.

Rezeki tak melulu uang dan materi. Rezeki tak melulu kebebasan finasial. Tetapi memiliki seorang sahabat yang setia menemaninya dikala sakit pun, adalah rezeki yang tak ternilai. Bahkan kemampuan membaca, dan mengambil manfaat dari bacaan pun adalah rezeki dari Allah SWT yang harus disyukuri. Apalagi Rania ingin menjadi penulis. Kegiatan membaca adalah sebuah syarat yang harus bisa dia lakukan.

Alhamdulillah, sekarang Rania sudah bisa membaca lagi. Meskipun untuk buku-buku novel dan fiksi yang menyuguhkan imajinasi masih kerap membuat kepalanya pusing berputar dan sakit. Tapi untuk buku nonfiksi sudah bisa sedikit demi sedikit dia ambil informasinya dari bacaan tersebut. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar