Selamat datang Kawan!

Menulis bersama angin...
ayo merdeka! ^-^v

Kamis, 04 Februari 2021

KEPING 7 CITA-CITA YANG JADI MENAKUTKAN

 

Rania membuka buku tulis untuk melanjutkan tulisan novelnya. Tapi kali ini seperti benar-benar tak ada yang bisa dia tuliskan. Hari ini Rania terlalu banyak tidur, sehingga membuat kantuk dan malas bersarang dalam tubuhnya. Menghalangi dia untuk berkarya.

Hari ini Rania menjaga warung seperti biasanya. Ya, selepas dirawat di rumah sakit jiwa Provinsi, Rania menganggur cukup lama. Pekerjaannya hanya mengerjakan sedikit pekerjaan rumah, menulis catatan harian, dan mengaji Al-Qur’an sedikit demi sedikit. Saat itu obat yang diberikan masih berbeda dengan yang terakhir diberikan dokter. Obat itu cukup keras, membuat kedua lengan dan kepalanya terasa lemah sekali.

“Yah, boleh aku jualan di saung depan?” kata Rania pada suatu hari kepada ayahnya.

“Ayah juga sudah memikirkan konsep warung untukmu, Rania. Nanti kita buat bangunannya. Alhamdulillah Ayah ada sedikit rezeki untuk itu,” jawab ayah Rania.

Akhirnya oleh orang tuanya Rania dibuatkan sebuah warung semi kafe agar dia memiliki kegiatan dan sesuatu untuk dikelola. Mungkin agar Rania tidak kebanyakan bengong jika memiliki warung itu. Namun pada kenyataannya, ketika warung sepi tetap saja Rania banyak bengong, dan itu membuat Rania sedih dan merasa tidak berguna lagi.

Sebenarnya warung yang dikelola Rania pada awalnya ramai sekali ketika sore menuju malam hari. Banyak anak-anak yang bermain game dan nongkrong di gazebo. Tapi sekarang mungkin mereka sudah bosan nongkrong di Waber (Waber adalah nama warung yang dikelola Rania, namanya Warung Bersama atau disingkat Waber), jadi sekarang warung kembali sepi.

Flashback ketika proses Waber akan dibuat. Beberapa waktu setelah Rania pulang dirawat dari rumah sakit jiwa Provinsi, ayah dan ibu sudah membicarakan akan membuat warung untuk Rania. Warung semi café yang bisa dipakai nongkrong dan rapat-rapat kecil.

Banguna dibuat, Rania malah semakin gemetaran dan ketakutan.

“Bagaimana kalau aku tidak bisa melayani pembeli?”

“Bagaimana jika harus melayani orang banyak?”

“Bagaimana jika aku tidak bisa mengelolanya?”

Ketakutan demi ketakutan menguasai seluruh tubuh Rania. Ditambah reaksi obat yang keras, ketakutan yang semakin besar membuat Rania tidak berani mendekati bangunan warung yang dibuatkan untuknya itu. Rania hanya melihat dari kejauhan dengan perasaan was-was yang tiada henti.

Tapi ini tidak boleh selamanya begini, hati kecil Rania mencoba untuk memberanikan diri dan melawan rasa takut yang bersarang dalam dirinya. Berbekal sebuah motivasi: “Jika kamu takut, hadapi itu!” Perlahan Rania mendekati bangunan setengah jadi itu, mulai menyentuh dindingnya dan melihat-lihat keadaannya.

Entahlah mengapa semua hal menjadi menakutkan bagi Rania, padahal berwirausaha adalah salah satu mimpi dan cita-citanya. Tapi ditambah bipolar dan obatnya, ternyata cita-cita bisa menjadi sedemikian menakutkan.

Cukup sulit menggambarkan ketakutan yang dialami Rania. Tubuhnya yang lemah gemetaran, ekspresi wajahnya datar, tangan dan kakinya lemas tak bertenaga, dan perasaan Rania diliputi takut yang tak terhingga. Sehingga kebanyakan dia diam saja.

Ketakutannya yang paling besar adalah, takut orang tuanya meninggal dalam keadaan Rania yang seperti ini. Setiap kali orang tuanya membicarakan tentang posisi barang-barang yang akan diletakan di warung, Rania gemetaran dan terkata dalam hati, “Aku tidak akan bisa mengelolanya, Ayah, Ibu,” bisik hatinya, “Aku tidak bisa!” bisik hatinya tanpa mampu bersuara.

Akhirnya Waber masih setengah jadi, Rania sudah mencoba untuk mengalahkan ketakutannya dengan melakukan promosi di media social. Meskipun yang dijualnya hanya berupa kopi instan dan teh manis saja, Rania sudah mencoba menawarkannya kepada orang-orang. Itu dilakukan Rania untuk mengesampingkan rasa takutnya dengan berusaha bertindak.

Rania senang ketika ada dua orang baik yang mau datang berkunjung ke warungnya. Itu memperbaiki kepercayaan diri Rania yang lemah sekali. Ya, meskipun sampai hari ini Rania masih saja ketakutan ketika ada yang menanyakan Waber dan hendak menyewanya. Atau ada yang menanyakan menu di warungnya, karena semuanya masih serba seadanya saja.

Wirausaha Rania yang masih kecil-kecilan masih menyisakan rasa takut pada dirinya. Tapi Rania setiap hari tetap membuka dan merapikan Waber sebagai kegiatannya setiap hari, meskipun Waber-nya sekarang sedang sepi pembeli.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar