Selamat datang Kawan!

Menulis bersama angin...
ayo merdeka! ^-^v

Kamis, 04 Februari 2021

KEPING 1 SAAT BADAI

 

“Rania tidak gila. Dengerin Mbak, Rania! Rania baik-baik saja,” Itu Mbak Ayunda yang bicara, kakak tingkatnya saat kuliah, yang satu kontrakan dengan Rania. Berkali-kali mencoba meyakinkan Rania yang terus saja menangis. Terus-menerus mengatakan, “Aku aneh! Aku aneh! Aku gila!” berulang-ulang sampai dia kelelahan. Rania bahkan tidak bisa mengingat bagaimana akhir dari adegan itu. Itu adalah kepingan ingatan tujuh tahun lalu yang berhasil dia abadikan dalam catatan hariannya.

Itulah, salah satu episode badai yang kadang diperlukan sebelum dapat melihat indahnya pelangi. Meskipun Rania bukannya tidak ingin badai dalam kepalanya kembali menggulung kewarasannya, tapi Allah SWT masih menjadikan bipolar ini bersarang dalam kepalanya dan menjadi bagian dari cerita hidup Rania hingga hari ini.

Kau ingin tahu rasanya menjadi seperti itu? Jika penyakit bipolar itu memburuk, baik dalam fase mania ataupun depresi, sangatlah melelahkan. Seperti kau dipaksa untuk mendengarkan pembual yang tak berhenti bicara di dalam tempurung kepalamu. Padahal Rania ingin tidur. Padahal dia ingin memikirkan sesuatu, tentang menulis skripsi misalnya. Tapi tidak bisa. Seperti ada seseorang dalam diri Rania yang menyebalkan, yang menjajah dirinya tanpa bisa melawan sedikitpun.

Masalah lainnya adalah Rania tidak tampak seperti orang sakit jiwa. Rania tetap mengenal orang-orang yang dia kenal. Dia tetap ingat judul, metode, dan keadaan data skripsi yang sedang digarapnya saat itu. Rania tetap tahu artis, tetangga, materi kuliah dan pengajian yang pernah dia tahu. Tapi konsep dalam kepala Rania menjadi kacau dalam kenyataanya.

Rania tetap tersenyum kepada Mbak Cantika seperti biasa. Mbak Cantika adalah kakak sepupu yang paling dekat dengan Rania, mereka juga memiliki banyak kesamaan. Tetapi ketika Rania sedang kambuh, yang dilihatnya seperti bukan Mbak Cantika yang paling disayanginya. Rania sama sekali tidak mengenalinya, tidak bisa menangkap cara becandanya, dan tidak mengerti hal-hal yang dikerjakan kakaknya itu. Dan pada kali pertama terjadi, itu berkali lipat menyeramkan dan membingungkan Rania.

Itu terjadi sekitar tahun 2014, tiga tahun setelah dokter memvonis Rania mengalami sakit kejiwaan. Namun setelah berkali-kali melewati masa badai, Rania jadi tahu ketika otaknya sedang tidak stabil, hanya saja Rania tidak bisa berbuat apa-apa selain menerima dirinya berbuat janggal.

Bagi Rania ini konyol. Karena dia mengenali gejala jika dia sedang kambuh, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa dan tidak bisa melawan “pembual” yang terus berbicara di dalam kepalanya. Rania hanya bisa merasakan kepalanya mulai berat, pegal, dan tidak bisa berfungsi apa-apa. Rasanya otak Rania berubah menjadi batu. Pada akhirnya Rania hanya bisa mendengarkan “pembual” dalam kepalanya mendominasi, mengacaukan pikiran, dan menyuruh Rania melakukan hal-hal yang tidak biasa dia lakukan dan seringkali memalukan bahkan bisa mencelakakan dirinya sendiri juga melanggar aturan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar