Selamat datang Kawan!

Menulis bersama angin...
ayo merdeka! ^-^v

Jumat, 05 Februari 2021

KEPING 17 MASA DEPAN PUN MENAKUTKAN

 

Rania berpindah dari teras warung lalu duduk di hamparan rumput yang hijau. Kali ini memulai menulis sambil mendengarkan ceramah dari seorang ustadz yang terkenal. Rania memilih mendengarkan ceramah di Youtube tentang menyikapi masa lalu dan masa depan.

Mengapa?

Karena itulah yang paling mengganggu Rania saat penyakitnya memburuk atau kembali kambuh. Ketika bipolar itu kambuh Rania akan sangat gelisah dan yang paling dia takuti adalah masa depan. Gambaran masa depan yang tergambar dalam bayangannya selalu buruk, tentang kemelaratan, juga adik-adiknya yang putus sekolah karena orang tuanya meninggal. Ya itu hanya ketakutan yang tidak mendasar. Belum tentu orang tua Rania meninggal lebih dahulu daripada dirinya sendiri kan? Tapi itulah yang paling ditakuti ketika bipolarnya kambuh dan berada di fase depresi berat.

Adzan Ashar pun berkumandang. Dengan melawan perasaan malas dan berat rania membereskan buku catatannya lalu mengambil wudhu. Rania sadar bahwa kemampuan dia untuk menyelesaikan tulisan kali ini, hanya jika Allah SWT menolongnya. Rania bersiap-siap untuk shalat Ashar dan sedikit mengaji untuk menenangkan hatinya. Rania tahu, tugas menulis 30 hari ini lumayan membuat suasana hatinya sedikit kacau. Kegagalannya di masa yang lalu membuat rania tegang dan terobsesi untuk menyelesaikan tantanggan ini. Jadi untuk menenangkan hatinya Rania meluangkan waktu untuk membaca Al-Qur’an dan istigfar.

Setelah salat dan mengaji rania melanjutkan menulis di buku catatan. Rania tiba-tiba ingat perkataan dokter Dina saat dia berobat,

“Masa depan adalah ranah Allah SWT. Kita tidak bisa ikut campur pada ranah-Nya,” itu yang dikatakan dokter wanita yang bertubuh gemuk itu.

“Saya juga kalau memikirkan masa depan saya sendiri tidak terbayang akan seperti apa, dan mungkin saya akan stress. Mengapa stress? Karena kita memikirkan sesuatu yang bukan hak kita untuk dipikirkan. Ranah kita adalah berikhtiar agar hari ini lebih baik dari hari kemarin, itu tugas kita!” lanjutnya panjang lebar dan tegas.

Mendengar ucapan dokter Dina itu membuat perasaan Rania mulai tenang, meskipun punggung dan tangannya tetap gemetaran karena pengaruh obat dan tremor. Ya, tremor  di tangan Rania memang tidak kunjung menghilang. Hanya saja terkadang getarannya lemah, dan terkadang getrannya kuat.

Akhirnya setelah menulis lima rancangan tulisan pendek Rania memutuskan untuk membaca novel terlebih dahulu sebagai selingan. Semoga setelah membaca novel, dia kembali menemukan ide untuk menulis. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar