Selamat datang Kawan!

Menulis bersama angin...
ayo merdeka! ^-^v

Selasa, 11 September 2012

Naskah Perpisahan (1)

Perpisahan adalah suatu kepastian, jika memang kau pernah mengalami pertemuan. Mereka yang berpisah adalah mereka yang pernah bertemu, pernah bersama, meski hanya dalam hitungan detik-detik. Perpisahan adalah kehilangan... mungkin seperti itu.

...dan beberapa perpisahan menjadi suatu yang menyakitkan, itu yang ku alami. Betapapun aku menyangkal kesakitan itu, alam bawah sadarku berteriak bahwa aku sangat kehilangan.
Bahwa aku sangat kesakitan dengan perpisahan ini. Ya, meskipun ini adalah perpisahan yang ku sebut dalam do'a bertahun-tahun. Perpisahan yang ku idam-idamkan sekian lama.

 ...dan aku masih membutuhkan berbagai cara untuk tidak gila dengan perpisahan ini. Masih membuatuhkan berbagai cara untuk menerima bahwa hari ini sudah berbeda dengan kemarin. Masih membutuhkan cara untuk berjalan menyusuri hidup dan masa depan, tanpa terganggu dengan masa lalu yang membuatku goyah.
Salah satunya...dengan membuat Naskah Perpisahan ini.

Gambar diambil dari www.google.co.id. ... ...

Hari itu... Bunga, Langit, dan Aku duduk bersama di satu meja yang bundar. Kami duduk melingkat di atas kursi yang dudukannya juga bulat. Semua terdiam sampai akhirnya Bunga melihat kedua tanganku yang sedikit gemetar.

"Kenapa tanganmu seperti gemetar?" tanya Bunga kepadaku.
"Ah," aku sedikit kaget, "Mungkin karena aku terlalu grogi dan sedikit takut," jawabku.
"Grogi dan takut kenapa?" tanya Bunga lagi.
"Mungkin karena aku tengah berhadapan dengan Langitmu, Bunga..." jawabku sedikit menggantung. Untuk beberapa saat semua terdiam dengan pikirannya masing-masing.
"Langitmu sangat mirip dengan seorang yang ku kenal dan sempat dekat denganku di masa lalu," lanjutku.
Langit dan Bunga sedikit bingung mendengar itu, terdiam menerka-nerka apa yang ku maksudkan.
"Mirip dengan seseorang? Siapa itu? Dimana dia sekarang? kini Langit yang bertanya.
"Iya. Dia......seorang yang ku kenal itu Langit, dan dia sudah tidak ada. Langit sudah meninggal 1 tahun yang lalu. Ya, Langit yang ku kenal sangat mirip denganmu, bahkan terlalu mirip. Dia sama denganmu, bahkan terlalu sama: wajahnya, suaranya, namanya, beberapa sikapnya.... tapi tetap saja kalian berbeda," lanjutku pada Langit dengan panjang lebar, "Melihatmu seperti melihat hantu, dan aku takut melihat hantu".

Bunga mengerutkan keningnya, "Apa maksudmu dengan Langit yang kau kenal? Bukankah Langit yang ini yang pernah dekat denganmu?" tanyanya sedikit tak mengerti.
"Bukan, Bunga. Langit yang ku kenal bukanlah Langitmu yang ini. Mereka tetap berbeda dengan banyak kesamaan yang ada ini. Langit yang ku kenal sudah mati, dan dia tidak akan hidup kembali. Ya, kecuali nanti di akhirat.
"......................."
"Aku pun ingin meminta maaf pada kalian," lanjutku, "Kemarin-kemarin aku mengganggu kalian karena ku pikir kau adalah seorang yang telah mati itu. Ku pikir dia masih ada. Ku pikir dia masih hidup."
Menarik nafas....
"Tapi sekarang aku sudah meyakinkan diri dan berusaha menerima sekuat hatiku, bahwa Langit yang ku kenal sudah pergi ke keabadian. Dia sudah mati dan takkan hidup lagi bagaimanapun aku memanggilnya. Dia tidak adan datang lagi bagaimanapun aku menangis bermalam-malam".

"Kau sadar mengatakan semua ini?" tanya Langit.
"Tentu saja," jawabku. "Kemarin-kemarin aku selalu mengingkari hatiku yang sebenarnya terluka akibat kehilangan Langit. Kupikir aku baik-baik saja dengan semua kejadian yang terjadi ini. Tapi nyatanya aku salah...". Menarik nafas. "Aku sangat terluka akibat kehilangan Langit. Buktinya, aku kembali sakit, tersiksa oleh memori-memori masa lalu. Aku sakit lagi. Aku kehilangan kewarasanku lagi. Ya, sama seperti saat Langit pergi satu tahun lalu.
Jika terus seperti itu, aku akan terus mengganggumu dan Bunga... hanya karena kau mirip dengan Langit yang ku kenal. Mirip dengan Langit yang pernah ku sayangi dengan cara yang salah".

(Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar