Selamat datang Kawan!

Menulis bersama angin...
ayo merdeka! ^-^v

Jumat, 05 Februari 2021

Misteri Jok Belakang

 Oleh: Nurin Zafina

I

Hujan masih turun dengan derasnya. Memang bulan ini sudah musim penghujan, jadi intensitas hujan turun sangat sering sekali. Saking seringnya jadi membuat Irwan tak bisa pergi main dengan wanita incarannya. Kadang-kadang hujan tak berhenti dari pagi hingga sore hari. Jika bukan karena halangan kerja, halangan hujan menjadi alasan Irwan belum kunjung bisa bertemu dengan wanita itu dan mengajaknya jalan-jalan ke tempat yang indah.

Ah, mengapa aku mengenalnya di musim hujan ya? Pikir Irwan yang hanya memiliki sepeda motor matic kesayanganny itu pada suatu hari. Dia lupa kalau Ajrina memang tidak pernah mengiya-kan untuk diajak pergi bersamanya. Ajrina kerap kali membalas pesan dia di whatsapp atau komentar di facebook, itu memunculkan harapan bagi Irwan bahwa Ajrina membuka hatinya untuknya. Padahal tak sekalipun Ajrina mengatakan kalau dia mau diajak pergi bersama Irwan.

Hmm… rupanya terlalu lama menjomblo membuat Irwan mudah sekali ke-gr-an dan dia tidak kunjung menyadarinya. Juga keinginannya yang teramat sangat untuk segera memiliki pacar, atau dia sebut calon istri, membuatnya jadi sering berhalusinasi. Jok belakang motornya yang terlalu lama kosong membuat dia jadi sering linglung dan limbung, itu guyonan Irwan yang kerap kali dia keluarkan kepada teman-temannya.


Di belahan bumi yang tak terlalu jauh dari tempat Irwan dan motor kesayangannya.

Ajrina sang wanita incaran sedang tersenyum-senyum sendiri membaca pesan whatsapp yang dia terima. Pesan itu datang dari seorang pria yang seringkali mengulumkan senyum pada wajahnya, namun juga seringkali membuatnya dongkol tak terkira. Namanya Edward.

Ya, namanya Edward, seperti nama orang asing. Dan bagi Ajrina, bergaul dengan Edward memang serasa bergaul dengan orang asing dari barat. Bukan karena wajahnya yang putih pucat seperti vamfir dari Eropa, bukan juga karena bahasa yang dia gunakan adalah bahasa Inggris Amerika. Tapi pemahamannya soal Islam yang berbeda dengan Ajrina, dan pesonanya, membuatnya selalu was-was dan bisa membuat Ajrina keluar dari ajaran timur yang dianutnya.

***

“Kamu mau gak jadi pacar aku, Ajrina?” Tanya Irwan pada suatu hari dengan menggunakan media chating di whatsapp.

“Kamu serius?” Tanya Ajrina pendek.

“Aku serius, aku sedang mencari calon istri sekarang. Aku ingin segera menikah Ajrina,” jawab Irwan lagi.

“Memangnya kamu mau menikah kapan?” Tanya Ajrina lagi, ini seperti memberikan peluang bagi Irwan. Setidaknya itu yang Irwan pikirkan.

“Ya, nanti setelah modal menikah terkumpul. Rencananya aku mau ikut uwak-ku ke Bangka, di sana ada proyek pembangunan hotel. Setelah pulang dari sana kita bisa langsung menikah,” jawab Irwan bersemangat menceritakan rencana besarnya.

“Oh, jauh sekali ya?” 

“Iya emang jauh,” jawab Irwan.

“Maaf Irwan, aku bukannya mau menolak dan mematahkan semangatmu. Tapi sekarang aku sedang dekat dengan seseorang dan kami pun sudah berencana untuk menikah dalam waktu dekat ini. Semoga kamu segera mendapatkan calon istri yang terbaik untukmu,” jawab Ajrina kemudian membuat Irwan kelu.

Aku maunya kamu yang jadi calon istri terbaikku, Ajrina. 


Di lain hari.

“Edward, sebenarnya kapan kita menikah?” Tanya Ajrina masih lewat pesan whatsapp.

“Ya, nanti kalau sisa uangnya sudah terkumpul, sayang. Pekerjaanku belum selesai, paling tinggal menunggu satu pekerjaan lagi segalanya sudah siap,” jawab Edward, “Kapan kamu bisa jalan-jalan berdua denganku? Kamu selalu saja menolak,” lanjutnya.

Arrgghh… kata sayang itu membuat Ajrina seketika membeku. Ajrina ingin, bahkan ingin sekali menjawab besok kita bisa jalan. Tapi itu tak bisa Ajrina lakukan sekarang. Meskipun Edward adalah mantan pacarnya dulu, sekarang Ajrina tidak bisa sembarangan meng-iya-kan untuk pergi berduaan dengan laki-laki yang bukan mahram dan belum halal untuknya.

Memang Ajrina dulu sempat berpacaran, tetapi sekarang dia sedang berusaha menjemput hidayah agar bisa bertaubat dari dosa-dosannya, termasuk dosa berpacaran dan mendekati zina yang telah dilakukannya. Ini tidak mudah bagi Ajrina yang baru saja hatinya digerakan oleh Allah SWT untuk merubah dirinya sesuai tuntunan Islam dan bukannya tuntutan hawa nafsu. Godaan terbesarnya adalah Edward, dan sikapnya yang selalu romantis itu.

“Aku gak mau jalan lagi sampai kita nikah,” jawab Ajrina jujur.

“Kenapa sayang? Apa yang membuatmu jadi begitu?”

Arrrgghhhh…. Edward bagi Ajrina memang seperti dari planet Asing. Bukannya semua orang tau kalau jalan berdua dengan laki-laki yang bukan mahram itu tidak boleh? Ya, memang banyak yang tau, tapi tetap mereka memilih kesenangan daripada aturan Allah SWT. Itu juga yang dilakukan Ajrina dulu, dan sedang dia hindari sekuat tenaga sekarang.

Di sisi lain Irwan masih belum putus asa soal Ajrina rupanya. Sekarang alasannya, meskipun mengaku sedang dekat dengan seseorang Ajrina tidak pernah posting apapun dengan calon suaminya di media sosial. Dia juga selalu update status sedang pergi diantar orang tuanya atau pergi sendirian. “Uhm… sepertinya dekat dengan laki-laki lain hanya alasannya saja untuk menolak berpacaran.” ini analisis Irwan kali ini. 

Akhirnya Irwan merubah rencana, dia tetap mengharapkan Ajrina di do’a sepertiga malamnya. Penolakan ajrina saat itu tak dia gubris, dia lebih mementingkan halusinasi yang sebenarnya bukan halusinasi. Ya, memang Ajrina sudah berencana untuk menikah dengan Edward tapi sama saja semua itu adalah rencana manusia. Tidak ada yang tahu rencana siapa yang kemudian akan terealisasi dan dikabulkan oleh-Nya.

Irwan dan Edward sama-sama menginginkan Ajrina untuk menjadi istrinya, tetapi keduanya sama-sama masih terkendala masalah kesiapan finansial. Yang mungkin sebenarnya bukan hanya sebatas kesiapan finansial yang jadi masalah. Jangan-jangan sebenarnya Allah SWT sedang menguji Ajrina dengan tekad hijrah dan taubatnya itu. Benarkah Ajrina bisa lulus ujian hingga suatu hari nanti Edward telah sah menjadikannya halal tanpa mereka harus jalan dan berpacaran seperti dahulu. Atau mungkin Edward tidak bisa bersabar dengan keyakinan Ajrina sekarang sehingga mereka gagal menikah. 

Atau mungkin Allah SWT hendak memberikan hidayah dan pemahaman baru kepada Edward dan Irwan tentang aturan Allah SWT yang belum mereka ketahui, yaitu tidak boleh pergi berdua apalagi berpacaran sebelum mereka mengucapkan ijab-qabul di hadapan penghulu. Kesiapan untuk pernikahan memang sudah seharusnya disiapkan. Tetapi sang wanita masih belum berhak untuk dibawa berdua untuk berpergian.

Semua masih misteri. Ya, semuanya masih misteri. Ajrina sendiri masih harap-harap cemas dan kawatir Edward tidak bisa menerima sikapnya saat ini yang tidak mau bertemu dan tidak mau pergi berdua dengannya lagi seperti saat berpacaran dulu. Ajrina masih kawatir Edward akan membatalkan pernikahan, atau Ajrina sendiri yang tidak kuat lalu kembali menerima Edward untuk pergi berduaan melupakan aturan Islam dan Allah SWT. 

Sama seperti jok belakang motor kesayangan Irwan yang masih saja kosong. Perjalanan cinta Irwan, Ajrina, dan Edward masih menjadi misteri dan rahasial-Nya.


II

Ajrina’s moment.

Waktu terasa berjalan begitu lambat bagi Ajrina. Detik demi detiknya serupa cairan infus yang menetes perlahan menuju jarum yang menancap di arterinya, dingin. Waktu terasa membosankan hanya diisi oleh kegiatan di rumah dan kegiatan wirausaha kecil-kecilan yang sedang dia rintis. 

Yang membuat waktu terasa berjalan begitu lambat juga adalah sikap Edward dengan segala keromantisan dan pesonanya yang membuatnya menjadi melayang-layang tak karuan itu. Sementara untuk memastikan tanggal pernikahan Edward selalu mengatakan agar Ajrina bersabar, setelah persiapan biaya seluruhnya siap Edward akan segera ke rumah Ajrina untuk menentukan tanggal bersama orang tuanya.

Dulu, jika bosan Ajrina akan mengajak Edward bertemu dan jalan-jalan berdua sekadar menghilangkan penat. Sekarang itu tak bisa lagi Ajrina lakukan meskipun terkadng hatinya keceplosan dan dia berniat untuk dating ke tempat Edward. Tapi beruntung hati kecilnya selalu mengingatkan untuk ingat kembali kepada Allah SWT dan segala larangannya.

Akan tetapi, café yang dikelola Ajrina sampai sekarang masih sepi, belum memiliki team dan karyawan. Sungguh Ajrina memulainya benar-benar dari nol, seperti game Diner Dash yang pernah Ajrina mainkan, hanya saja bahkan Ajrina belum memiliki koki. Karena keuntungan café belum seberapa, jadi belum bisa membayar karyawan. Ajrina benar-benar baru bisa mengandalkan dirinya sendiri saat ini, dengan kemampuan mengelola dan menjual yang alakadarnya.

Sungguh Ajrina cukup kawatir, jika Edward membatalkan rencana pernikahan mereka. Ajrina piker dia harus mandiri dengan kemampuan wirausaha yang alakadarnya ini, ini cukup mencemaskan Ajrina. Ya terkadang Ajrina lupa juga, baha rezeki termasuk jodoh adalah sesuatu yang telah dijamin oleh-Nya.

Yang belum dijamin oleh Allah SWT adalah tempat pulang kampong kelak. Surge dengan segala kenikmatannya, ataukah neraka dengan segala siksaannya yang maha berat. Sungguh Allah SWT juga maha berat siksanya, selain maha pengasih dan penyayang.

Seharusnya yang Ajrina pikirkan adalah bagaimana dia bisa selalu salat di awal waktu dengan sunah rawatibnya. Strategi apa yang harus dilakukan agar bisa bangun malam untuk salat tahajud, juga duha saat waktunya tiba, juga istigfar yang diperbanyak. Bukan malah selalu memikirkan Edward dengan segala ajakan untuk jalan dan pacarannya.

Juga Irwan.

Ajrina harus benar-benar bisa menjaga jarak dari laki-laki bermotor yang juga selalu mengajaknya jalan-jalan itu. Bahkan pernah menembak, meminta Ajrina untuk menjadi pacar dan calon istrinya, meskipun dia juga belum benar-benar siap secara finansial untuk menikah di waktu dekat.

Ajrina sadar diri, dulu dia dan Edward putus karena Ajrina selingkuh dengan laki-laki lain. Ya, sebelum hijrah Ajrina dekat dengan banyak lelaki dan sering bermain-main dengan hubungan meskipun dia sudah berpacaran dengan Edward. Kali ini Ajrina ingin menjadi wanita yang setia, apalagi dia akan menikah. Dia harus bisa menjaga jarak dan intensitas kedekatan dengan laki-laki lain selain Edward, calon suaminya sekarang.

Memang ternyata sikap tidak setia itu tidak bisa diremehkan, karena terkadang sulit untuk berubah dari tidak setia menjadi setia. Sama sulitnya dengan ketik berhijrah dan harus berusaha mengalahkan hawa nafsu demi ketatan kepada Allah SWT.

“Bagaimana kalau Irwan lebih dahulu siap menikah dibandingkan Edward, Ajrina?”bisik pikirannya pada suatu hari. Memang konon kata orang-orang, suatu hari nanti wanita akan mengalami sebuah dilemma yang hebat. Antara menunggu laki-laki yang dia cintai melamarnya, tau menerima lamaran laki-laki  yang mencintainya. Bagaimana jika laki-laki yang dia cintai itu tak kunjung melamar?

Saat Ajrina tengah duduk termenung di meja café yang kosong tanpa pengunjung itu, tiba-tiba pesan whatsapp yang selalu membuat hati Ajrina ketar-ketir masuk dari Edward, “Sayang, ayo kita bertemu! Aku kangen jalan berdua sama  kamu.”

Ajrina memejamkan mata, mencoba mensterilkan racun merah jambu yang seketika menjalar dalam hatinya. Lalu menjawab pesan itu, “Aku gak mau.”

“Tapi aku kangen,” jawab Edward lagi membuat Ajrina mengeratkan giginya hingga kuat sekali, menahan hatinya yang mudah luluh agar tidak tergoda oleh ajakan Edward yang lembut.

“Kamu tahu kan aku gak mau jalan dan pacaran lagi seperti dulu. Aku mau jalan setelah kita menikah,” jawab Ajrina kemudian.

“Tapi aku kangen dan ingin ketemu kamu, Sayang. Gimana dong?”

Inilah bagian tersulit dari menjawab pesan-pesan chat dari Edward. Dengan kelembutannya pesona Edward mampu menghidupkan nafsu yang mendorong Ajrina pada kejelekan. Padahal hari-hari Ajrina sudah mulai nyaman dengan salat-salat dan tilawahnya sekarang yang sedikit demi sedikit mulai dia kerjakan.

Apalah artinya salat-salat sunah dan tilawahnya apabila Ajrina masih suka berjalan-jalan dengan lelaki ajnabi yang belum sah menjadi suaminya. Meskipun sudah menjadi calon, tapi baru sebatas calon. Bukankah setelah tanggal pernikahan ditentukan juga belum boleh sang wanita dibawa pergi berdua tanpa ditemani mahram sang wanita? Apalagi ini tanggal pernikahan pun belum ditentukan. Segalanya masih sebatas rencana yang belum jelas.

“Makannya cepat dong kamu kumpulin tabungannya, agar kita bisa segera menikah dan jalan berdua lagi,” jawab Ajrina akhirnya.

“Ya, sudah kalau gak mau,” jawab Edward pendek.

Hah, apa ini? Edward tidak memperpanjang dan tidak membahas tentang pernikahan? Ajrina ketar-ketir lagi. Apakah Edward kehabisan kesabaran dan akan mencari perempuan lain yang mau diajak pacaran terlebih dahulu sebelum menikah, dan meninggalkan Ajrina?


Irwan’s moments.

“Mengapa sampai saat ini aku selalu gagal dalam hubungan dan mencari calon istri?”batin Irwan. Dunia terasa begitu luas dan kosong, seperti hatinya yang sepi dan terasa kosong. Dia tidak menyadari kalau usianya yang masih 23 itu masih sangat muda untuk dikatakan gagal mencari calon istri. Atau dia tidak menyadari  kalau banyak laki-laki yang menikah di usia 25, 28, bahkan 30 tahun lebih?

Mungkin juga karena laki-laki lulusan pesan tren itu tidak pernah mengenal dunnia perkuliahan, sehingga usia 23 tahun terasa begitu tua baginya. Apalagi banyak kawan-kawan, bahkan adik laki-lakinya sudah menikah terlebih dahulu. Padahal biasanya anak laki-laki berusia 23 tahun sedang asik dengan karir dan hobi, bukannya kesana-kemari mencari calon istri.

Tapi bagaimanapun awamnya pemahaman Irwan, dia tetap pernah mondok dan belajar tentang baik dan buruk, benar dan salah, halal dan haram. Dan Irwan tetaplah seorang laki-laki dewasa yang hidup di dunia yang zamannya semakin edan ini. Sebuah zaman ketika dosa dan kemaksiatan dianggap lumrah, dan halal haram tidak begitu dipedulikan lagi oleh kebanyakan orang.

Irwan pun sebenarnya merasa bersalah ketika meminta Ajrina untuk menjadi pacarnya. Itu semata-mata karena dia sudah terlampau bingung baagaimana lagi caranya melakukan pendekatan untuk mendapatkan seorang calon istri. Hingga yang terpikirkan akhirnya malah menembak Ajrina untuk menjadi pacarnya. “Arrggghh… bodohnya aku!” Irwan bingung sendiri dengan kelakuannya. Katanya ingin menikah untuk menghindari maksiat, tapi malah mengajak wanita incarannya untuk bermaksiat.

Irwan si pemilik motor dengan jok belakang yang masih kosong itu akhirnya berpikir juga. Ajrina menolaknya karena sedang dekat dengan seseorang dan berniat akan segera menikah. Bodohkan Irwan jika masih mengharapkan Ajrina hingga hari ini?


III

Sungguh Edward adalah orang dari negeri asing bagi Ajrina. Tidak beberapa lama berselang, Edward mengirimkan pesan untuk membatalkan rencana pernikahan dan meminta Ajrina untuk mencari laki-laki lain  tanpa alasan yang jelas. Edward ddengan tulus mendo’akan Ajrina agar mendapatkan laki-laki yang shaleh untuk mmenjadi suaminya.

Hal ini memang tidak mengagetkan bagi Ajrina sendiri. Ketika mulai hijrah dan memutuskan  untuk tidak berpacaran lagi, dia sudah memperkirakan kemungkinan terburuk bagi Edward. Edward berasal dari negeri asing yang lingkungannya tidak memiliki pemahaman tentang hubungan laki-laki dan perempuan dalam Islam. Edward cenderung bebas meskipun dia masih melaksanakan kewajiban shalat lima waktu, mengaji, dan puasa di bulan Ramadhan meskipun bolong-bolong.

Sebutan calon suami pun sebenarnya adalah kesepakatan Edward dan Ajrina saja, belum ada sangkut pautnya dengan orang tua dua belah pihak. Boleh dikatakan Ajrina masih setengah pacaran dengan chating-chating dan telpon yang dilakukannya. Ketika Ajrina benar-benar tidak ingin bertemu dan jalan bersama lagi dengan Edward, Ajrina sudah memperkirakan Edward bisa jadi tidak bisa menerima cara berhubungan semacam itu. Dan itu benar terjadi, Edward mengatakan akan mencari dan menemui wanita lain yang bersedia bertemu dan menjadi penyemangat hidupnya meskipun sebelum mereka menikah.

Sebenarnya mudah bagi Ajrina jika dia tidak mau berpisah dengan Edward, dia tinggal dating ke tempat Edward, memeluknya dan mengatakan maf atas perilakunya selama ini. Tapi Ajrina tidak mau lagi kehingan nikmat beribadah yang telah dia dapatkan dengan susah payah. Dia ingin terus memperbaiki shalatnya, ingin memperbaiki bacaan Al-Quran dan tilawahnya, dia ingin berusaha berpuasa lagi. Itu semua tak akan berarti apa-apa lagi jika Ajrina dating ke tempat Edward dan berpacaran lagi seperti dulu.


Aku ada di belakanmu, kapanpun kamu siap, Ajrina.

“Aku meralat permintaanku padamu, Ajrina. Aku tak mau kamu menjadi pacarku, aku ingin kamu menjadi calon istriku. Aku akan menunggumu kapanpun kamu bersedia,” ucap Irwan pada suatu hari, “Aku dan motorku masih setia menunggu, kapanpun kamu bersedia dibonceng olehku,” candanya.

***

Patah hati yang terprediksi ini menggoda Ajrina untuk menghubungi Irwan secepatnya. Ketika Edward mengatakan akan menikah tahun ini dengan wanita lain, Ajrina tergoda untuk mengjak Irwan menikah secepatnya. Meskipun segalanya terprediksi, namun perasaan Ajrina lain lagi ceritanya. Perasaan Ajrina tetap sakit saat Edward memutuskan untuk membatalkan rencana pernikahan mereka. Apalagi Ajrina sudah mengatakan itu kepada Irwan, juga laki-laki lain yang mendekatinya bahwa dia akan menikah.

Tapi pikiran itu Ajrina urungkan. Dia tidak ingin menjadikan Irwan sebagai pelarian semata dari kesedihannya akibat gagal menikah dengan Edward. Ajrina ingin menikah dengan normal, dengan niat suci untuk beribadah semata, dan bukan sebagai pelarian atas gagalnya pernikahan dengan Edward.

Meskipun Irwan seperti orang bodoh tetap mengharapkan Ajrina untuk menjadi calon istrinya, Ajrina akhhirnya menyadari kalau sikap Irwan itu bukanlah suatu kebodohan. Irwan paham bahwa rencana manusia tetaplah rencana manusia, ada Allah SWT yang menjadikan segala sesuatu terjadi, atau tidak terjadi.

Penilaian Ajrina terhadap Irwan mulai berubah, dia tidak lagi menganggap Irwan pria aneh dengan sepeda motor kesayangannya. Dia tidak menganggap lagi Irwan sebagai anak-anak berusia 23 tahun yang merasa dirinya terlampau tua. Karena kedewasaan tidak ditentukan oleh usia, sekarang Ajrina mulai menyadarinya setelah berbincang sekali lewat telpon.

Tapi untuk meminta Irwan menikahinya, Ajrina tidak akan melakukannya. Biarlah semuanya berjalan apa adanya. Jika memang Irwan berjodoh dengan Ajrina, mereka akan bisa bersatu tanpa Ajrina terang-terangan meminta Irwan untuk menikahinya. Apalagi sekarang ini perasaan Ajrina masih dipenuhi emosi kepada Edward. 

Menghubungi Irwan bukanlah jalan keluar yang terbaik. Karena itu sama saja Ajrina mencari tempat penghiburan dan tempat bergantung selain Allah SWT. Padahal Ajrina memiliki dan milik Allah SWT yang mengabulkan segala do’a, dan menghapus segala sedih. Ajrina ingin menghubungi Dia terlebih dahulu dan mengadukan segalanya, sebelum dia berbicara kepada manusia manapun.

IV

Mungkin ini karma atas kesalahku kepada Arifah dahulu. Ketika sesosok santri bercadar itu meminta kepastian dariku, aku malah membiarkannnya tanpa kabar berita selama tiga minggu, sebelum akhirnya aku memberitahunya bahwa kami tidak bisa menikah dengan alasan aku tak mendapatkan restu dari ibuku. Aku tahu wanita itu pasti terluka setelah dia menunggu hampir delapan bulan lamanya untuk kepastian yang mengecewakan ini.

Sekarang segalanya terjadi padaku. Sulit sekali untuk mendapatkan wanita yang menginginkan untuk serius melnjutkan ke jenjang pernikahan dengan laki-laki berusia 23 tahun dengan pekerjaan yang belum jelas. Tidak ada lagi Arifah yang mendesaknya untuk segera datang melamar ke rumahnya.

Sebenarnya ada banyak wanita di kolom chat dia, tapi taka da satupun yang bersedia dan menerimanya untuk dating ke rumah si wanita untuk bertemu dengan orang tuanya. Semuanya sama, hanya igin sekadar ngobrol dan bermain-main saja. Tidak ada yang bersedia untuk serius menjadi calon istrinya.

Sementara Ajrina, ah wanita itu yang dia harapkan untuk menjadi pilihan terbaiknya. Malah terpesona oleh seorang pria lain, yang  dia tidak pernah tahu walau hanya sekadar namanya. Dia tidak tahu kalau Ajrina sedang patah hati dan gagal menikah dengan lelaki asing dengan pesona yang meluluhlantakan Ajrina itu.

“Aku hanya ingin segera menikah untuk menghindari maksiat di jaman yang mengerikan ini, ya Allah.” Batinnya setengah berteriak, “Mengapa sulit sekali mencari wanita yang ingin serius menikah denganku?”

Motor kesayangannya sudah ingin sekali membonceng belahan jiwanya, yang dia belum tahu siapa yang akan duduk di sana. “Jok belakang itu akan tetap kosong samapai kapan ya Rabb?” batinnya kembali mepertanyakan.

Irwan tidak tahu kalau Ajrina mulai menaruh simpati kepadanya yang selalu bersikap manis dan tetap menunggu Ajrina. Tapi Irwan dan Ajrina masih dipisahkan oleh kenyataan bahwa keduanya masih belum siap untuk mengatakan ‘kami serius untuk menikah’. Irwan masih belum  siap secara materi untuk melangsungkan pernikahan, sementara Ajrina masih belum siap dengan perasaannya yang masih terisi oleh rasa sakit akibat gagal menikah dengan Edward, laki-laki dengan pesona itu.

***


Jangan datang lagi cinta

Bagaimana aku bisa lupa

Padahal kau tahu, keadaannya

Kau bukanlah untukku

(Pura-pura Lupa-Song)


Pokoknya kalau aku datang ke rumah, berarti aku serius dan kita akan menikah.


Hanya itu kalimat terakhir yang Ajrina pegang pada akhirnya. Ajrina sadar dia masih belajar untuk setia kepada satu laki-laki, meskipun pada akhirnya Edward tidak bisa menerima cara berhubungan sebelum menikah tanpa pertemuan dan pacaran dan mereka pun akhirnya gagal menikah.

Sekarang Ajrina kembali memantapkan hati untuk menunggu hanya seorang saja, yaitu Irwan. Tidak ada pesan-pesan istimewa. Tidak ada pertemuan karena Irwan sadar diri dia belum siap untuk langsung melangsungkan pernikahan. Hanya sesekali saja Ajrina dan Irwan berbalas pesan ketika ada sesuatu yang penting, atau  mungkin untuk memastikan keduanya masih hidup saja.

Ajrina bisa melangsungkan hidupnya dengan tenang tanpa tuntutan untuk berjalan berduaan dan berpacaran. Dia bisa dengan tenang memperbaiki diri, kebiasaan, dan memperbaiki ibadah ubudiyahnya. Irwan datang ataupun tidak pada akhirnya bukan masalah bagi Ajrina, karena yang terpenting dia bisa berusaha untuk menjaga diri dan iffahnya. Sama seperti ketika Edward tidak jadi menikahinya, itu bukanlah masalah karena jodoh sudah ditentukan oleh Allah SWT dan akan datang pada waktunya, tak akan terlambat ataupun terlalu cepat.

Irwan juga sekarang sudah lebih tenang hatinya. Meskipun jok belakang motor kesayangannya masih tetap kosong, belum diduduki oleh belahan jiwa yang diidam-idamkan. Namun sekarang Irwan sudah lebih tenang karena sudah memiliki calon yang bersedia untuk serius dan menjadi calon istrinya. Jok belakang motornya memang masih kosong, tetapi hatinya sudah terisi harapan yang tinggal dia ikhtiarkan dengan do’a dan usaha yang sungguh-sungguh agar dia bisa segera datang dan mempersunting Ajrina.


TAMAT


Terpaksa Ngopi

 Kopi menjadi pelarianku dari efek obat yang selalu membuatku mengantuk. Aku benci mengantuk di pagi dan siang hari saat seharusnya beraktivitas seperti orang-orang. Tapi obat yang harus ku minum setiap hari membuat mataku terasa berat untuk selalu terbuka.

Aku terpaksa selalu menengak kopi seperti orang lain menengak minuman keras, untuk melupakan rasa sakit dan kantuk yang selalu saja menyerangku setiap saat. Kantuk yang menyebalkan, karena aku sudah tahu kini kalau terjaga jauh lebih menyenangkan.

Aku tahu ini tidak baik untuk kesehatanku, tapi aku tak mau tertidur sepanjang pekan ini. Aku ingin menulis, ingin membaca, ingin mengerjakan sedikit pekerjaan rumah. Dan aku malu jika setiap ada orang yg belanja ke warungku, aku harus selalu mengelap iler.

Hujan dan kantuk memang kondisi ideal dan nyaman. Tapi itu kenyamanan yang tak ku harapkan. Aku ingin menikmati hujan sambil terbangun, dan bukannya selalu tertidur sepanjang waktu.

Kopi juga selain membuatku terjaga juga mengembalikan konsentrasiku yang hilang karena kantuk. Sekarang aku jadi tahu kenapa orang-orang bekerja selalu sambil menikmati kopi. Karena dengan wasilah kopi, konsentrasi jadi membaik. Suasana hati pun membaik dan pikiran jadi segar.

Meskipun begitu tetap saja aku terpaksa minum kopi, karena sebenarnya aku tak ingin ginjalku bekerja terlalu keras. Apalagi aku kurang minum air putih, kopi semakin membuatku melupakan air putih. Itu tidak baik bagi ginjalku.

Mungkin ketika ku sudah menemukan penyemangat hidup, aku akan lebih mudah melupakan kopi. Haha mungkin saja.


EPILOG

 

Alhamdulillah Rania berhasil menyelesaikan tugas dari pelatihan menulis online yang diikutinya. Ini adalah pencapaian kecil yang harus disyukuri oleh Rania, akhirnya dia bisa menyelesaikan satu pekerjaan meskipun hampir selama beberapa hari hanya fokus menulis saja.

Sebenarnya tidak ada kata realistis atau tidak realistis dalam mengejar sebuah cita-cita. Yang ada hanyalah pesimis dan optimis. Berhenti atau tetap terus memperjuangkan cita-cita itu hingga akhirnya terwujud. Dan tugas kita terhadap mimpi-mimpi itu adalah mewujudkannya, tak ada pilihan lain.

Meskipun Rania mengatakan tidak akan mengejar cita-cita untuk menjadi seorang penulis, sebenarnya masih ada satu proyek tulisan lagi yang ingin Rania coba untuk selesaikan. Hanya saja Rania akan lebih santai mengerjakannya, karena akan menjadikannya sebatas hobi saja, bukan tuntutan propesional.

Rania sadar kalau kemampuan menulisnya ini harus disyukuri, dengan cara tidak benar-benar berhenti sama sekali dari kegiatan menulis. Rania akan tetap menulis, tapi seperti saat SMP dahulu, dia menulis untuk dirinya sendiri atau menulis untuk orang-orang yang disayanginya saja.

Sebenarnya beberapa waktu setelah pulang dirawat di rumah sakit Jiwa, biasanya Rania merasakan kalau mood-nya membaik selepas dia menulis satu atau dua halaman catatan harian yang tidak bertema. Suasana hatinya yang kacau seketika sembuh setelah dia mengetik kalimat demi kalimat yang tak terlalu dipikirkannya.

Entahlah, mengazamkan diri untuk menjadi penulis propesional memberikan beban yang cukup besar bagi Rania. Karena itu artinya dia harus melatih satu jurus sebanyak 1000 kali, dan harus benar-benar meluangkan waktu untuk itu. Sementara kegiatan berwirausaha cukup menyita pikiran dan tenaganya hingga menjadi cukup melelahkan.

Tidak ada yang tidak mungkin, Rania meyakini itu. Menjadi seorang pengusaha dan membuat sebuah buku atau naskah yang berguna untuk orang banyak tetaplah menjadi mimpi Rania. Meskipun kali ini Rania merubah penulis propesional menjadi sekadar hobi yang harus disyukuri, namun mimpi-mimpi Rania akan tetap hidup.

Ini hanya soal prioritas. Kebebasan finansial bagi Rania lebih mendesak saat ini karena dia tidak ingin terus menerus merepotkan orang tuanya dengan segala kebutuhannya. Dia ingin segera dapat memenuhi kebutuhan sendiri dari hasil keringatnya sendiri dan bukan terus menerus dari orang tua. Meskipun tetap saja semuanya dari Allah SWT.

Setelah catatan terakhir ini selesai ditulis, sebenarnya Rania jadi semakin ingin menulis. Dia tidak ingin menghapus kegiatan menulis ini dari kegiatannya. Meskipun begitu, selesainya naskah ini memberikan rasa optimis kepada Rania bahwa dia akan bisa meraih mimpinya untuk menjadi seorang pengusaha. Loh, kok bisa? Karena pada awalnya Rania pesimis dapat mengikuti kelas sampai akhir, namun akhirnya tercapai juga.

Begitupun untuk menjadi pengusaha, memang Rania sekarang ini masihlah penjual kecil-kecilan yng keuntungannya pun belum cukup untuk memenuhi semua kebutuhannya. Tapi insyaallah dengan berjalannya waktu, dan usaha maksimal, Rania yakin bisa mencapai kebebasan finansial. Setelah itu terwujud Rania bisa menulis lagi sesuka hatinya.

TAMAT




KEPING 28 SEBUAH KEPUTUSAN

 

Punggung dan kepala Rania rasanya penat sekali pagi ini. Seperti biasa, karena terbangun terlalu dini membuatnya menjadi seperti masuk angin. Ditambah setelah mengerjakan beberapa pekerjaan rumah dan belanja untuk keperluan warungnya. Juga tabungan tulisan untuk 30 hari yang belum selesai menambah beban pikiran Rania.

Sejenak Rania merebahkan tubuhnya, rasany nikmat sekali terasa pada punggungnya. Dia ingin memejamkan mata namun teringat bahwa dia tidak boleh menunda-nunda pekerjaan, karena akhirnya pekerjaan itu akan menjadi mendesak. Sementara Rania tidak bisa bekerja dibawah tekanan. Kepalanya akan langsung terasa pusing dan menyerah akan menjadi pilihan yang diambilnya. Biasanya begitu.

Sudah beberapa hari rania menulis catatan ini. Dan pada akhirnya Rania harus memutuskan untuk menutup cita-citanya untuk menjadi seorang penulis. Memperjuangankan cita-citanya untuk menjadi seorang penulis propesional membutuhkan waktu lama dan bekerja dibawah tekanan deadline. Rania dan kepala pusingnya rasanya tidak sanggup untuk menjalani semuanya. Karena ada deadline yang dikejar membuat dia melupakan banyak hal, juga melalalikan amanahnya untuk mengelola dan mengembangkan wirausaha warungnya.

Semenatara yang Rania butuhkan sekarang adalah kebebasan finansial, itu goal kecil yang ingin ditujunya. Ah, mengapa pesimis begini sih? Bukannya Rania pesimis, meskipun ini memang sebuah bukti kepesimisan seorang anak manusia dalam menggapai cita-citanya. Tapi Rania mencoba realistis, menulis sampai melupakan waktu dan apapun tak bisa membuatnya kenyang. Sementara dia juga ingin membantu perekonomian orang tuanya.

Masih ada satu cita-cita yang dulu dituliskannya selain jadi penulis, yaitu menjadi seorang pengusaha. Ini lebih realistis untuk dikejar dan diperjuangkan oleh Rania. Meskipun masih wirausaha kecil-kecilan tetapi Rania merasakan progress dalam kegiatan wirausaha yang ditekuninya, yang tak banyak diceritakan dalam catatan 30 hari ini.

Cita-cita Rania adalah menjadi pengusaha yang memiliki team penjualan yang solid. Sekarang pun Alhamdulillah Rania sudah memiliki seorang tem yang membantunya memasarkan barang dagangan. Dari modal awal 50 ribu Rania mencoba untuk bejualan, sampai akhirnya ayah dan ibu Rania memutuskan untuk membuatkan warung semi café untuk Rania.

Sekarang bentuknya masih hanya sebatas warung biasa, karena masih sedikit yang datang dan barang yang dijual pun belum lengkap. Tapi jika Rania berusaha memperjuangkannya, dengan izin Allah SWT warung ini Rania harap dapat berkembang dan bisa menggaji karyawan.

Itu yang dipikirkan Rania. Sebenarnya bukan Rania akan berhenti menulis sama sekali. Rania akan tetap menuls tapi hanya jika ada waktu senggang saja. Tidak akan seperti sekarang benar-benar memfokuskan diri untuk menyelesaikan tulisan sampai melupakan promosi dan mengelola warungnya.

Cita-cita rania dulu ada tiga, yaitu menjadi ibu rumah tangga, menjadi penulis, dan menjadi pengusaha. Menurut saran Mbak Cantika, cita-cita untuk menjadi ibu rumah tangga dicoretnya karena kalau sudah menikah memang sudah pasti akan mengurus keluarga kecil. Menjadi penulis Rania coba untuk merintisnya dengan mengikuti pelatihan menulis online KMO ini, tapi progressnya masih kecil dan membuat usahanya cukup terbengkalai. Jadi rania memutuskan kalau menulis hanya akan dijadikan hobi saja, bukan kegiatan propesional untuk mencari keuntungan finasial.


KEPING 27 MEMPERTANYAKAN KEMBALI

 

Menulis, membuat Rania semakin asik dengan dunianya sendiri. Melupakan warung yang diamanahkan orang tuanya untuk dikelola. Sehingga warung kecil yang baru memiliki beberapa pembeli ini masih saja tetap sepi karena Rania tidak melakukan promosi yang berarti.

“Sebenarnya untuk apa aku menulis?” bisik Rania. Kegiatan menulis yang ditentukan deadline-nya ini bagi Rania cukup memberi tekanan pada jiwanya. Meskipun kadang-kadang memberikan kesenangan bagi dirinya karena bisa melupakan semua hal hanya dengan menulis saja. Tapi Rania menyadari itu membuatnya menjadi tidak maksimal dalam berwirausaha. Tulisannya pun tidak terlalu bagus, ditambah lagi jika menjadi penulis ternyata dia harus bisa memasarkan bukunya sendiri.

Tapi tulisan ini jelek baru menurut diriny sendiri, belum tahu menurut orang lain. Hanya saja di grup menulis tempat Rania posting tulisannya, hanya hari pertama saja dia memperoleh like yang cukup banyak. Hari kedua berkurag setengahnya, dan hari keempat hanya mendapat kurang dari 10 like.

Hmm… apakah penilaian orang lain itu penting bagi dirinya? Rania tidak bisa mengambil kesimpulan sendiri. Akhirnya Rania berpikir untuk mengirimkan tulisannya kepada ibunya yang senang membaca setiap hari lewat  whatsapp pribadi, karena ibunya tidak memiliki akun facebook. Rania membutuhkan beberapa pembaca yang bisa memberikan feedback atas tulisannya ini.

Rania membutuhkan masukan atas cita-cita yang akan dia perjuangakan. Karena jika setengah-setengah, lebih baik jangan sekalian! Pernah beberapa kali Rania membaca sebuah quote dari salah satu penulis paporitnya: Orang lain boleh meremehkan mimpimu, tugasmu hanya satu, mewujudkannya! (DEP) setelah membaca quote itu rasa optimis Rania jujur meningkat. Tapi Rania tidak benar-benar paham cita-cita yang dituju itu. Penulis seperti apa, yang melakukan apa, yang membuat karya yang seperti apa yang sebenarnya dia tuju.

Atau pengusaha apa? Dengan target penjualan seperti pa. apa barang dan bisnis yang ditawarkan kepada orang lain, belum ada bayangan dalam diri rania sebenarnya. Bahkan bentuk warungnya saja dia belum paham akan dibawa ke mana. Sama seperti tulisannya, tulisan seperti apa yang akan dia latih 1000 kali untuk menjadi seorang yang ahli? Ini penting bagi Rania.


KEPING 26 HAHAHA

 

Hahaha!

Sudah sejauh ini ternyata tak ada hal menarik yang diceritakan Rania dalam novelnya. Hanya sebuah catatan tentang keseharian seorang wanita bipolar penyendiri yang setengah pengangguran yang membosankan. Tak ada petualangan bak cerita Harry Potter yang sangat digandrungi oleh Rania. Tak ada ketegangan dan masalah-masalah pelik yang dihadapi tokoh novelnya. Bahkan tulisan ini tak berbentuk novel sama sekali, hanya kumpulan catatan yang tersusun acak.

Hahaha!

Rania tetap menulis dipeluk pesimis dan keinginan untuk menghentikan kegiatan menulis ini lalu berbaring dan memejamkan mata, melupakan naskah buruk itu.

“Hus! Jangan berbicara buruk tentang dirimu sendiri! Ingat kata-kata adalah do’a,” bisik hati kecil Rania. Tapi otak rania yang sedang sinis tak bisa digubris sama sekali, di tetap menuliskan aura pesimis mengikuti jumlah like dari pembaca yang semakin lama semakin berkurang jauh.

Hahaha!

Rania sebenarnya ingin membuat cerita bersambung yang menampilkan percakapan yang memukau, seperti cerita orang lain yang dibacanya di grup menulis itu. Tapi otak Rania seperti bisu, seperti dia harus belajar lagi untuk melakukan percakapan dengan otrang lain.

“Mbak Rania!” tiba-tiba ada yang memanggil Rania yang sedang menulis di warungnya sambil tengkurap di lantai.

“Beli kopi tiga dan rokok setengah bungkus,” kata laki-laki di depan rania yang sudah bangkit berdiri.

“Tunggu ya, saya buatkan dulu!” jawab Rania sambil mengambil tiga buah gelas dan mulai menyiapkan kopi.

Hahaha!

“Sungguh hanya memaksakan diri membuat tulisan!” pikiran Rania mulai sinis lagi kepada dirinya sendiri. Dia benar-benar tidak puas dengan tulisan yang dikerjakannya beberapa hari ini. Ini terlalu jelek untuk membuat Rania menjadi seorang penulis.

Hahaha!

Rania tahu, dia terlalu tergesa-gesa menyelesaikan tabungan tulisan untuk 30 hari ke depan. Sehingga tulisan ini benar-benar seadanya, berputar-putar, berulang-ulang.

“Apakah seorang bipolar tidak bisa membuat tulisan yang bagus?” ataukah mungkin karena ini baru perjalanan pertamanya di dunia kepenulisan? Rania berusaha mengalahkan pikiran-pikiran pesimis itu dalam pikirannya. Namun kali ini masih cukup sulit. Pikiran pesimis itu masih mendominasi pikiran. Sepertinya Rania membutuhkan konsultasi kembali.


KEPING 25 KANTUK INI MENYIKSAKU

 

Adzan yang berkumandang, terutama adzan Ashar biasanya adalah yang paling ditunggu-tunggu oleh Rania. Tapi kali sudah beberapa hari sangat berbeda dari biasanya yang dirasakan rania. Tubuhnya berat berat sekali untuk diajak salat. Biasanya Rania biasa salat rawatib terlebih dahulu, tapi kali ini salat wajib pun terasa sulit dilakukan, “Jangan-jangan aku diganggu jin?” pikir Rania melantur.

Tapi Rania memang heran terutama dengan hari ini. Tubuhnya berat seperti ditindih kerbau yang besar sekali, sangat berat dan sulit digerakan. Hal itu dirasakan Rania terutama saat adzan berkumandang. Rania hanya bisa berbaring di atas tikar karena saat itu dia sedang menunggui warungnya. Dan yang mengherankan lagi, jika ada yang membeli ke warung, tubuhnya yang berat seketika meringan.

“Ada apa dengan hari ini?” Tanya Rania dalam hati kepada dirinya sendiri, “Apakah karena obat yang malam tadi tidak dia minum?” Jika itu benar, tentu Rania sangat sedih sekali karena semangat hidupnya dipengaruhi oleh obat. Rania tidak mau itu sampai terjadi.

Sungguh Rania merasa tersiksa jika kantuk dating menyerang di siang hari. Benar-benar mengganggu aktifitas dan membuatnya tidak produktif sama sekali. Seharian hanya bisa berbaring bermalas-malasan, tanpa membantu ibu mengerjakan pekerjaan rumah.

Memang walaupun hanya mengepel lantai dan menyetrika baju, itu meningkatkan ‘rasa berharga’ dalam diri seorang Rania. Jika pekerjaan itu tidak dia  lakukan di suatu hari karena malas, Rania akan sangat sedih sekali. Dia merasa tidak berguna, dan tidak ada artinya hidup ini. Ya, sesederhana menyetrika baju dan mengepel lantai, kutub perasaan rania bisa berbolak-balik tidak karuan.

Rania selalu iri kepada orang-orang yang Nampak bersemangat dan tampak segar sepanjang hari. Melaksanakan pekerjaan rumah tanpa terhalang lemas dan malas. Kalaupun malas, orang-orang yang bersemangat itu selalu saja bisa membunuh rasa malasnya dan memaksakan diri untuk beraktivitas.

Ketika Rania berbaring dan memejamkan mata untuk tidur, kta demi kata, kalimat demi kalimat berseliweran dalam otaknya seperti ikan-ikan yang banyak yang menunggu untuk ditangkap dengan jarring. Tapi Rania tak punya tenaga sedikit pun untuk bangun dan menulis,

“Nanti saja setelah bangun tidur baru ku tulis,” pikirnya.

Namun apa yang terjadi? Ketika Rania bangun, dia tak bisa mengingat satu kalimat pun yang melintas saat dia tidur tadi. Seperti sebuah mimpi, yang langsung dilupakan sesaat setelah bangun tidur. Rania prustrasi dan mengacak-acak rambutnya sendiri karena kehilangan  ikan-ikan besar yang tadi berseliweran tnpa henti.

Kantuk tadi siang benar-benar menjajah Rania tanpa ampun. Bukan hanya kantuk, tapi tubuhnya juga terasa kaku dan sakit sampai ke tulang-tulang. Rasanya badanyya seperti remuk karena dia kurang menggerakan tubuhnya. Benarkah tidak minum obat satu malam saja bisa membuat Rania tersiksa sedemikian rupa? Tolonglah, Tuhan jangan karena alasan itu.