Selamat datang Kawan!

Menulis bersama angin...
ayo merdeka! ^-^v

Jumat, 05 Februari 2021

Misteri Jok Belakang

 Oleh: Nurin Zafina

I

Hujan masih turun dengan derasnya. Memang bulan ini sudah musim penghujan, jadi intensitas hujan turun sangat sering sekali. Saking seringnya jadi membuat Irwan tak bisa pergi main dengan wanita incarannya. Kadang-kadang hujan tak berhenti dari pagi hingga sore hari. Jika bukan karena halangan kerja, halangan hujan menjadi alasan Irwan belum kunjung bisa bertemu dengan wanita itu dan mengajaknya jalan-jalan ke tempat yang indah.

Ah, mengapa aku mengenalnya di musim hujan ya? Pikir Irwan yang hanya memiliki sepeda motor matic kesayanganny itu pada suatu hari. Dia lupa kalau Ajrina memang tidak pernah mengiya-kan untuk diajak pergi bersamanya. Ajrina kerap kali membalas pesan dia di whatsapp atau komentar di facebook, itu memunculkan harapan bagi Irwan bahwa Ajrina membuka hatinya untuknya. Padahal tak sekalipun Ajrina mengatakan kalau dia mau diajak pergi bersama Irwan.

Hmm… rupanya terlalu lama menjomblo membuat Irwan mudah sekali ke-gr-an dan dia tidak kunjung menyadarinya. Juga keinginannya yang teramat sangat untuk segera memiliki pacar, atau dia sebut calon istri, membuatnya jadi sering berhalusinasi. Jok belakang motornya yang terlalu lama kosong membuat dia jadi sering linglung dan limbung, itu guyonan Irwan yang kerap kali dia keluarkan kepada teman-temannya.


Di belahan bumi yang tak terlalu jauh dari tempat Irwan dan motor kesayangannya.

Ajrina sang wanita incaran sedang tersenyum-senyum sendiri membaca pesan whatsapp yang dia terima. Pesan itu datang dari seorang pria yang seringkali mengulumkan senyum pada wajahnya, namun juga seringkali membuatnya dongkol tak terkira. Namanya Edward.

Ya, namanya Edward, seperti nama orang asing. Dan bagi Ajrina, bergaul dengan Edward memang serasa bergaul dengan orang asing dari barat. Bukan karena wajahnya yang putih pucat seperti vamfir dari Eropa, bukan juga karena bahasa yang dia gunakan adalah bahasa Inggris Amerika. Tapi pemahamannya soal Islam yang berbeda dengan Ajrina, dan pesonanya, membuatnya selalu was-was dan bisa membuat Ajrina keluar dari ajaran timur yang dianutnya.

***

“Kamu mau gak jadi pacar aku, Ajrina?” Tanya Irwan pada suatu hari dengan menggunakan media chating di whatsapp.

“Kamu serius?” Tanya Ajrina pendek.

“Aku serius, aku sedang mencari calon istri sekarang. Aku ingin segera menikah Ajrina,” jawab Irwan lagi.

“Memangnya kamu mau menikah kapan?” Tanya Ajrina lagi, ini seperti memberikan peluang bagi Irwan. Setidaknya itu yang Irwan pikirkan.

“Ya, nanti setelah modal menikah terkumpul. Rencananya aku mau ikut uwak-ku ke Bangka, di sana ada proyek pembangunan hotel. Setelah pulang dari sana kita bisa langsung menikah,” jawab Irwan bersemangat menceritakan rencana besarnya.

“Oh, jauh sekali ya?” 

“Iya emang jauh,” jawab Irwan.

“Maaf Irwan, aku bukannya mau menolak dan mematahkan semangatmu. Tapi sekarang aku sedang dekat dengan seseorang dan kami pun sudah berencana untuk menikah dalam waktu dekat ini. Semoga kamu segera mendapatkan calon istri yang terbaik untukmu,” jawab Ajrina kemudian membuat Irwan kelu.

Aku maunya kamu yang jadi calon istri terbaikku, Ajrina. 


Di lain hari.

“Edward, sebenarnya kapan kita menikah?” Tanya Ajrina masih lewat pesan whatsapp.

“Ya, nanti kalau sisa uangnya sudah terkumpul, sayang. Pekerjaanku belum selesai, paling tinggal menunggu satu pekerjaan lagi segalanya sudah siap,” jawab Edward, “Kapan kamu bisa jalan-jalan berdua denganku? Kamu selalu saja menolak,” lanjutnya.

Arrgghh… kata sayang itu membuat Ajrina seketika membeku. Ajrina ingin, bahkan ingin sekali menjawab besok kita bisa jalan. Tapi itu tak bisa Ajrina lakukan sekarang. Meskipun Edward adalah mantan pacarnya dulu, sekarang Ajrina tidak bisa sembarangan meng-iya-kan untuk pergi berduaan dengan laki-laki yang bukan mahram dan belum halal untuknya.

Memang Ajrina dulu sempat berpacaran, tetapi sekarang dia sedang berusaha menjemput hidayah agar bisa bertaubat dari dosa-dosannya, termasuk dosa berpacaran dan mendekati zina yang telah dilakukannya. Ini tidak mudah bagi Ajrina yang baru saja hatinya digerakan oleh Allah SWT untuk merubah dirinya sesuai tuntunan Islam dan bukannya tuntutan hawa nafsu. Godaan terbesarnya adalah Edward, dan sikapnya yang selalu romantis itu.

“Aku gak mau jalan lagi sampai kita nikah,” jawab Ajrina jujur.

“Kenapa sayang? Apa yang membuatmu jadi begitu?”

Arrrgghhhh…. Edward bagi Ajrina memang seperti dari planet Asing. Bukannya semua orang tau kalau jalan berdua dengan laki-laki yang bukan mahram itu tidak boleh? Ya, memang banyak yang tau, tapi tetap mereka memilih kesenangan daripada aturan Allah SWT. Itu juga yang dilakukan Ajrina dulu, dan sedang dia hindari sekuat tenaga sekarang.

Di sisi lain Irwan masih belum putus asa soal Ajrina rupanya. Sekarang alasannya, meskipun mengaku sedang dekat dengan seseorang Ajrina tidak pernah posting apapun dengan calon suaminya di media sosial. Dia juga selalu update status sedang pergi diantar orang tuanya atau pergi sendirian. “Uhm… sepertinya dekat dengan laki-laki lain hanya alasannya saja untuk menolak berpacaran.” ini analisis Irwan kali ini. 

Akhirnya Irwan merubah rencana, dia tetap mengharapkan Ajrina di do’a sepertiga malamnya. Penolakan ajrina saat itu tak dia gubris, dia lebih mementingkan halusinasi yang sebenarnya bukan halusinasi. Ya, memang Ajrina sudah berencana untuk menikah dengan Edward tapi sama saja semua itu adalah rencana manusia. Tidak ada yang tahu rencana siapa yang kemudian akan terealisasi dan dikabulkan oleh-Nya.

Irwan dan Edward sama-sama menginginkan Ajrina untuk menjadi istrinya, tetapi keduanya sama-sama masih terkendala masalah kesiapan finansial. Yang mungkin sebenarnya bukan hanya sebatas kesiapan finansial yang jadi masalah. Jangan-jangan sebenarnya Allah SWT sedang menguji Ajrina dengan tekad hijrah dan taubatnya itu. Benarkah Ajrina bisa lulus ujian hingga suatu hari nanti Edward telah sah menjadikannya halal tanpa mereka harus jalan dan berpacaran seperti dahulu. Atau mungkin Edward tidak bisa bersabar dengan keyakinan Ajrina sekarang sehingga mereka gagal menikah. 

Atau mungkin Allah SWT hendak memberikan hidayah dan pemahaman baru kepada Edward dan Irwan tentang aturan Allah SWT yang belum mereka ketahui, yaitu tidak boleh pergi berdua apalagi berpacaran sebelum mereka mengucapkan ijab-qabul di hadapan penghulu. Kesiapan untuk pernikahan memang sudah seharusnya disiapkan. Tetapi sang wanita masih belum berhak untuk dibawa berdua untuk berpergian.

Semua masih misteri. Ya, semuanya masih misteri. Ajrina sendiri masih harap-harap cemas dan kawatir Edward tidak bisa menerima sikapnya saat ini yang tidak mau bertemu dan tidak mau pergi berdua dengannya lagi seperti saat berpacaran dulu. Ajrina masih kawatir Edward akan membatalkan pernikahan, atau Ajrina sendiri yang tidak kuat lalu kembali menerima Edward untuk pergi berduaan melupakan aturan Islam dan Allah SWT. 

Sama seperti jok belakang motor kesayangan Irwan yang masih saja kosong. Perjalanan cinta Irwan, Ajrina, dan Edward masih menjadi misteri dan rahasial-Nya.


II

Ajrina’s moment.

Waktu terasa berjalan begitu lambat bagi Ajrina. Detik demi detiknya serupa cairan infus yang menetes perlahan menuju jarum yang menancap di arterinya, dingin. Waktu terasa membosankan hanya diisi oleh kegiatan di rumah dan kegiatan wirausaha kecil-kecilan yang sedang dia rintis. 

Yang membuat waktu terasa berjalan begitu lambat juga adalah sikap Edward dengan segala keromantisan dan pesonanya yang membuatnya menjadi melayang-layang tak karuan itu. Sementara untuk memastikan tanggal pernikahan Edward selalu mengatakan agar Ajrina bersabar, setelah persiapan biaya seluruhnya siap Edward akan segera ke rumah Ajrina untuk menentukan tanggal bersama orang tuanya.

Dulu, jika bosan Ajrina akan mengajak Edward bertemu dan jalan-jalan berdua sekadar menghilangkan penat. Sekarang itu tak bisa lagi Ajrina lakukan meskipun terkadng hatinya keceplosan dan dia berniat untuk dating ke tempat Edward. Tapi beruntung hati kecilnya selalu mengingatkan untuk ingat kembali kepada Allah SWT dan segala larangannya.

Akan tetapi, café yang dikelola Ajrina sampai sekarang masih sepi, belum memiliki team dan karyawan. Sungguh Ajrina memulainya benar-benar dari nol, seperti game Diner Dash yang pernah Ajrina mainkan, hanya saja bahkan Ajrina belum memiliki koki. Karena keuntungan café belum seberapa, jadi belum bisa membayar karyawan. Ajrina benar-benar baru bisa mengandalkan dirinya sendiri saat ini, dengan kemampuan mengelola dan menjual yang alakadarnya.

Sungguh Ajrina cukup kawatir, jika Edward membatalkan rencana pernikahan mereka. Ajrina piker dia harus mandiri dengan kemampuan wirausaha yang alakadarnya ini, ini cukup mencemaskan Ajrina. Ya terkadang Ajrina lupa juga, baha rezeki termasuk jodoh adalah sesuatu yang telah dijamin oleh-Nya.

Yang belum dijamin oleh Allah SWT adalah tempat pulang kampong kelak. Surge dengan segala kenikmatannya, ataukah neraka dengan segala siksaannya yang maha berat. Sungguh Allah SWT juga maha berat siksanya, selain maha pengasih dan penyayang.

Seharusnya yang Ajrina pikirkan adalah bagaimana dia bisa selalu salat di awal waktu dengan sunah rawatibnya. Strategi apa yang harus dilakukan agar bisa bangun malam untuk salat tahajud, juga duha saat waktunya tiba, juga istigfar yang diperbanyak. Bukan malah selalu memikirkan Edward dengan segala ajakan untuk jalan dan pacarannya.

Juga Irwan.

Ajrina harus benar-benar bisa menjaga jarak dari laki-laki bermotor yang juga selalu mengajaknya jalan-jalan itu. Bahkan pernah menembak, meminta Ajrina untuk menjadi pacar dan calon istrinya, meskipun dia juga belum benar-benar siap secara finansial untuk menikah di waktu dekat.

Ajrina sadar diri, dulu dia dan Edward putus karena Ajrina selingkuh dengan laki-laki lain. Ya, sebelum hijrah Ajrina dekat dengan banyak lelaki dan sering bermain-main dengan hubungan meskipun dia sudah berpacaran dengan Edward. Kali ini Ajrina ingin menjadi wanita yang setia, apalagi dia akan menikah. Dia harus bisa menjaga jarak dan intensitas kedekatan dengan laki-laki lain selain Edward, calon suaminya sekarang.

Memang ternyata sikap tidak setia itu tidak bisa diremehkan, karena terkadang sulit untuk berubah dari tidak setia menjadi setia. Sama sulitnya dengan ketik berhijrah dan harus berusaha mengalahkan hawa nafsu demi ketatan kepada Allah SWT.

“Bagaimana kalau Irwan lebih dahulu siap menikah dibandingkan Edward, Ajrina?”bisik pikirannya pada suatu hari. Memang konon kata orang-orang, suatu hari nanti wanita akan mengalami sebuah dilemma yang hebat. Antara menunggu laki-laki yang dia cintai melamarnya, tau menerima lamaran laki-laki  yang mencintainya. Bagaimana jika laki-laki yang dia cintai itu tak kunjung melamar?

Saat Ajrina tengah duduk termenung di meja café yang kosong tanpa pengunjung itu, tiba-tiba pesan whatsapp yang selalu membuat hati Ajrina ketar-ketir masuk dari Edward, “Sayang, ayo kita bertemu! Aku kangen jalan berdua sama  kamu.”

Ajrina memejamkan mata, mencoba mensterilkan racun merah jambu yang seketika menjalar dalam hatinya. Lalu menjawab pesan itu, “Aku gak mau.”

“Tapi aku kangen,” jawab Edward lagi membuat Ajrina mengeratkan giginya hingga kuat sekali, menahan hatinya yang mudah luluh agar tidak tergoda oleh ajakan Edward yang lembut.

“Kamu tahu kan aku gak mau jalan dan pacaran lagi seperti dulu. Aku mau jalan setelah kita menikah,” jawab Ajrina kemudian.

“Tapi aku kangen dan ingin ketemu kamu, Sayang. Gimana dong?”

Inilah bagian tersulit dari menjawab pesan-pesan chat dari Edward. Dengan kelembutannya pesona Edward mampu menghidupkan nafsu yang mendorong Ajrina pada kejelekan. Padahal hari-hari Ajrina sudah mulai nyaman dengan salat-salat dan tilawahnya sekarang yang sedikit demi sedikit mulai dia kerjakan.

Apalah artinya salat-salat sunah dan tilawahnya apabila Ajrina masih suka berjalan-jalan dengan lelaki ajnabi yang belum sah menjadi suaminya. Meskipun sudah menjadi calon, tapi baru sebatas calon. Bukankah setelah tanggal pernikahan ditentukan juga belum boleh sang wanita dibawa pergi berdua tanpa ditemani mahram sang wanita? Apalagi ini tanggal pernikahan pun belum ditentukan. Segalanya masih sebatas rencana yang belum jelas.

“Makannya cepat dong kamu kumpulin tabungannya, agar kita bisa segera menikah dan jalan berdua lagi,” jawab Ajrina akhirnya.

“Ya, sudah kalau gak mau,” jawab Edward pendek.

Hah, apa ini? Edward tidak memperpanjang dan tidak membahas tentang pernikahan? Ajrina ketar-ketir lagi. Apakah Edward kehabisan kesabaran dan akan mencari perempuan lain yang mau diajak pacaran terlebih dahulu sebelum menikah, dan meninggalkan Ajrina?


Irwan’s moments.

“Mengapa sampai saat ini aku selalu gagal dalam hubungan dan mencari calon istri?”batin Irwan. Dunia terasa begitu luas dan kosong, seperti hatinya yang sepi dan terasa kosong. Dia tidak menyadari kalau usianya yang masih 23 itu masih sangat muda untuk dikatakan gagal mencari calon istri. Atau dia tidak menyadari  kalau banyak laki-laki yang menikah di usia 25, 28, bahkan 30 tahun lebih?

Mungkin juga karena laki-laki lulusan pesan tren itu tidak pernah mengenal dunnia perkuliahan, sehingga usia 23 tahun terasa begitu tua baginya. Apalagi banyak kawan-kawan, bahkan adik laki-lakinya sudah menikah terlebih dahulu. Padahal biasanya anak laki-laki berusia 23 tahun sedang asik dengan karir dan hobi, bukannya kesana-kemari mencari calon istri.

Tapi bagaimanapun awamnya pemahaman Irwan, dia tetap pernah mondok dan belajar tentang baik dan buruk, benar dan salah, halal dan haram. Dan Irwan tetaplah seorang laki-laki dewasa yang hidup di dunia yang zamannya semakin edan ini. Sebuah zaman ketika dosa dan kemaksiatan dianggap lumrah, dan halal haram tidak begitu dipedulikan lagi oleh kebanyakan orang.

Irwan pun sebenarnya merasa bersalah ketika meminta Ajrina untuk menjadi pacarnya. Itu semata-mata karena dia sudah terlampau bingung baagaimana lagi caranya melakukan pendekatan untuk mendapatkan seorang calon istri. Hingga yang terpikirkan akhirnya malah menembak Ajrina untuk menjadi pacarnya. “Arrggghh… bodohnya aku!” Irwan bingung sendiri dengan kelakuannya. Katanya ingin menikah untuk menghindari maksiat, tapi malah mengajak wanita incarannya untuk bermaksiat.

Irwan si pemilik motor dengan jok belakang yang masih kosong itu akhirnya berpikir juga. Ajrina menolaknya karena sedang dekat dengan seseorang dan berniat akan segera menikah. Bodohkan Irwan jika masih mengharapkan Ajrina hingga hari ini?


III

Sungguh Edward adalah orang dari negeri asing bagi Ajrina. Tidak beberapa lama berselang, Edward mengirimkan pesan untuk membatalkan rencana pernikahan dan meminta Ajrina untuk mencari laki-laki lain  tanpa alasan yang jelas. Edward ddengan tulus mendo’akan Ajrina agar mendapatkan laki-laki yang shaleh untuk mmenjadi suaminya.

Hal ini memang tidak mengagetkan bagi Ajrina sendiri. Ketika mulai hijrah dan memutuskan  untuk tidak berpacaran lagi, dia sudah memperkirakan kemungkinan terburuk bagi Edward. Edward berasal dari negeri asing yang lingkungannya tidak memiliki pemahaman tentang hubungan laki-laki dan perempuan dalam Islam. Edward cenderung bebas meskipun dia masih melaksanakan kewajiban shalat lima waktu, mengaji, dan puasa di bulan Ramadhan meskipun bolong-bolong.

Sebutan calon suami pun sebenarnya adalah kesepakatan Edward dan Ajrina saja, belum ada sangkut pautnya dengan orang tua dua belah pihak. Boleh dikatakan Ajrina masih setengah pacaran dengan chating-chating dan telpon yang dilakukannya. Ketika Ajrina benar-benar tidak ingin bertemu dan jalan bersama lagi dengan Edward, Ajrina sudah memperkirakan Edward bisa jadi tidak bisa menerima cara berhubungan semacam itu. Dan itu benar terjadi, Edward mengatakan akan mencari dan menemui wanita lain yang bersedia bertemu dan menjadi penyemangat hidupnya meskipun sebelum mereka menikah.

Sebenarnya mudah bagi Ajrina jika dia tidak mau berpisah dengan Edward, dia tinggal dating ke tempat Edward, memeluknya dan mengatakan maf atas perilakunya selama ini. Tapi Ajrina tidak mau lagi kehingan nikmat beribadah yang telah dia dapatkan dengan susah payah. Dia ingin terus memperbaiki shalatnya, ingin memperbaiki bacaan Al-Quran dan tilawahnya, dia ingin berusaha berpuasa lagi. Itu semua tak akan berarti apa-apa lagi jika Ajrina dating ke tempat Edward dan berpacaran lagi seperti dulu.


Aku ada di belakanmu, kapanpun kamu siap, Ajrina.

“Aku meralat permintaanku padamu, Ajrina. Aku tak mau kamu menjadi pacarku, aku ingin kamu menjadi calon istriku. Aku akan menunggumu kapanpun kamu bersedia,” ucap Irwan pada suatu hari, “Aku dan motorku masih setia menunggu, kapanpun kamu bersedia dibonceng olehku,” candanya.

***

Patah hati yang terprediksi ini menggoda Ajrina untuk menghubungi Irwan secepatnya. Ketika Edward mengatakan akan menikah tahun ini dengan wanita lain, Ajrina tergoda untuk mengjak Irwan menikah secepatnya. Meskipun segalanya terprediksi, namun perasaan Ajrina lain lagi ceritanya. Perasaan Ajrina tetap sakit saat Edward memutuskan untuk membatalkan rencana pernikahan mereka. Apalagi Ajrina sudah mengatakan itu kepada Irwan, juga laki-laki lain yang mendekatinya bahwa dia akan menikah.

Tapi pikiran itu Ajrina urungkan. Dia tidak ingin menjadikan Irwan sebagai pelarian semata dari kesedihannya akibat gagal menikah dengan Edward. Ajrina ingin menikah dengan normal, dengan niat suci untuk beribadah semata, dan bukan sebagai pelarian atas gagalnya pernikahan dengan Edward.

Meskipun Irwan seperti orang bodoh tetap mengharapkan Ajrina untuk menjadi calon istrinya, Ajrina akhhirnya menyadari kalau sikap Irwan itu bukanlah suatu kebodohan. Irwan paham bahwa rencana manusia tetaplah rencana manusia, ada Allah SWT yang menjadikan segala sesuatu terjadi, atau tidak terjadi.

Penilaian Ajrina terhadap Irwan mulai berubah, dia tidak lagi menganggap Irwan pria aneh dengan sepeda motor kesayangannya. Dia tidak menganggap lagi Irwan sebagai anak-anak berusia 23 tahun yang merasa dirinya terlampau tua. Karena kedewasaan tidak ditentukan oleh usia, sekarang Ajrina mulai menyadarinya setelah berbincang sekali lewat telpon.

Tapi untuk meminta Irwan menikahinya, Ajrina tidak akan melakukannya. Biarlah semuanya berjalan apa adanya. Jika memang Irwan berjodoh dengan Ajrina, mereka akan bisa bersatu tanpa Ajrina terang-terangan meminta Irwan untuk menikahinya. Apalagi sekarang ini perasaan Ajrina masih dipenuhi emosi kepada Edward. 

Menghubungi Irwan bukanlah jalan keluar yang terbaik. Karena itu sama saja Ajrina mencari tempat penghiburan dan tempat bergantung selain Allah SWT. Padahal Ajrina memiliki dan milik Allah SWT yang mengabulkan segala do’a, dan menghapus segala sedih. Ajrina ingin menghubungi Dia terlebih dahulu dan mengadukan segalanya, sebelum dia berbicara kepada manusia manapun.

IV

Mungkin ini karma atas kesalahku kepada Arifah dahulu. Ketika sesosok santri bercadar itu meminta kepastian dariku, aku malah membiarkannnya tanpa kabar berita selama tiga minggu, sebelum akhirnya aku memberitahunya bahwa kami tidak bisa menikah dengan alasan aku tak mendapatkan restu dari ibuku. Aku tahu wanita itu pasti terluka setelah dia menunggu hampir delapan bulan lamanya untuk kepastian yang mengecewakan ini.

Sekarang segalanya terjadi padaku. Sulit sekali untuk mendapatkan wanita yang menginginkan untuk serius melnjutkan ke jenjang pernikahan dengan laki-laki berusia 23 tahun dengan pekerjaan yang belum jelas. Tidak ada lagi Arifah yang mendesaknya untuk segera datang melamar ke rumahnya.

Sebenarnya ada banyak wanita di kolom chat dia, tapi taka da satupun yang bersedia dan menerimanya untuk dating ke rumah si wanita untuk bertemu dengan orang tuanya. Semuanya sama, hanya igin sekadar ngobrol dan bermain-main saja. Tidak ada yang bersedia untuk serius menjadi calon istrinya.

Sementara Ajrina, ah wanita itu yang dia harapkan untuk menjadi pilihan terbaiknya. Malah terpesona oleh seorang pria lain, yang  dia tidak pernah tahu walau hanya sekadar namanya. Dia tidak tahu kalau Ajrina sedang patah hati dan gagal menikah dengan lelaki asing dengan pesona yang meluluhlantakan Ajrina itu.

“Aku hanya ingin segera menikah untuk menghindari maksiat di jaman yang mengerikan ini, ya Allah.” Batinnya setengah berteriak, “Mengapa sulit sekali mencari wanita yang ingin serius menikah denganku?”

Motor kesayangannya sudah ingin sekali membonceng belahan jiwanya, yang dia belum tahu siapa yang akan duduk di sana. “Jok belakang itu akan tetap kosong samapai kapan ya Rabb?” batinnya kembali mepertanyakan.

Irwan tidak tahu kalau Ajrina mulai menaruh simpati kepadanya yang selalu bersikap manis dan tetap menunggu Ajrina. Tapi Irwan dan Ajrina masih dipisahkan oleh kenyataan bahwa keduanya masih belum siap untuk mengatakan ‘kami serius untuk menikah’. Irwan masih belum  siap secara materi untuk melangsungkan pernikahan, sementara Ajrina masih belum siap dengan perasaannya yang masih terisi oleh rasa sakit akibat gagal menikah dengan Edward, laki-laki dengan pesona itu.

***


Jangan datang lagi cinta

Bagaimana aku bisa lupa

Padahal kau tahu, keadaannya

Kau bukanlah untukku

(Pura-pura Lupa-Song)


Pokoknya kalau aku datang ke rumah, berarti aku serius dan kita akan menikah.


Hanya itu kalimat terakhir yang Ajrina pegang pada akhirnya. Ajrina sadar dia masih belajar untuk setia kepada satu laki-laki, meskipun pada akhirnya Edward tidak bisa menerima cara berhubungan sebelum menikah tanpa pertemuan dan pacaran dan mereka pun akhirnya gagal menikah.

Sekarang Ajrina kembali memantapkan hati untuk menunggu hanya seorang saja, yaitu Irwan. Tidak ada pesan-pesan istimewa. Tidak ada pertemuan karena Irwan sadar diri dia belum siap untuk langsung melangsungkan pernikahan. Hanya sesekali saja Ajrina dan Irwan berbalas pesan ketika ada sesuatu yang penting, atau  mungkin untuk memastikan keduanya masih hidup saja.

Ajrina bisa melangsungkan hidupnya dengan tenang tanpa tuntutan untuk berjalan berduaan dan berpacaran. Dia bisa dengan tenang memperbaiki diri, kebiasaan, dan memperbaiki ibadah ubudiyahnya. Irwan datang ataupun tidak pada akhirnya bukan masalah bagi Ajrina, karena yang terpenting dia bisa berusaha untuk menjaga diri dan iffahnya. Sama seperti ketika Edward tidak jadi menikahinya, itu bukanlah masalah karena jodoh sudah ditentukan oleh Allah SWT dan akan datang pada waktunya, tak akan terlambat ataupun terlalu cepat.

Irwan juga sekarang sudah lebih tenang hatinya. Meskipun jok belakang motor kesayangannya masih tetap kosong, belum diduduki oleh belahan jiwa yang diidam-idamkan. Namun sekarang Irwan sudah lebih tenang karena sudah memiliki calon yang bersedia untuk serius dan menjadi calon istrinya. Jok belakang motornya memang masih kosong, tetapi hatinya sudah terisi harapan yang tinggal dia ikhtiarkan dengan do’a dan usaha yang sungguh-sungguh agar dia bisa segera datang dan mempersunting Ajrina.


TAMAT


Terpaksa Ngopi

 Kopi menjadi pelarianku dari efek obat yang selalu membuatku mengantuk. Aku benci mengantuk di pagi dan siang hari saat seharusnya beraktivitas seperti orang-orang. Tapi obat yang harus ku minum setiap hari membuat mataku terasa berat untuk selalu terbuka.

Aku terpaksa selalu menengak kopi seperti orang lain menengak minuman keras, untuk melupakan rasa sakit dan kantuk yang selalu saja menyerangku setiap saat. Kantuk yang menyebalkan, karena aku sudah tahu kini kalau terjaga jauh lebih menyenangkan.

Aku tahu ini tidak baik untuk kesehatanku, tapi aku tak mau tertidur sepanjang pekan ini. Aku ingin menulis, ingin membaca, ingin mengerjakan sedikit pekerjaan rumah. Dan aku malu jika setiap ada orang yg belanja ke warungku, aku harus selalu mengelap iler.

Hujan dan kantuk memang kondisi ideal dan nyaman. Tapi itu kenyamanan yang tak ku harapkan. Aku ingin menikmati hujan sambil terbangun, dan bukannya selalu tertidur sepanjang waktu.

Kopi juga selain membuatku terjaga juga mengembalikan konsentrasiku yang hilang karena kantuk. Sekarang aku jadi tahu kenapa orang-orang bekerja selalu sambil menikmati kopi. Karena dengan wasilah kopi, konsentrasi jadi membaik. Suasana hati pun membaik dan pikiran jadi segar.

Meskipun begitu tetap saja aku terpaksa minum kopi, karena sebenarnya aku tak ingin ginjalku bekerja terlalu keras. Apalagi aku kurang minum air putih, kopi semakin membuatku melupakan air putih. Itu tidak baik bagi ginjalku.

Mungkin ketika ku sudah menemukan penyemangat hidup, aku akan lebih mudah melupakan kopi. Haha mungkin saja.


EPILOG

 

Alhamdulillah Rania berhasil menyelesaikan tugas dari pelatihan menulis online yang diikutinya. Ini adalah pencapaian kecil yang harus disyukuri oleh Rania, akhirnya dia bisa menyelesaikan satu pekerjaan meskipun hampir selama beberapa hari hanya fokus menulis saja.

Sebenarnya tidak ada kata realistis atau tidak realistis dalam mengejar sebuah cita-cita. Yang ada hanyalah pesimis dan optimis. Berhenti atau tetap terus memperjuangkan cita-cita itu hingga akhirnya terwujud. Dan tugas kita terhadap mimpi-mimpi itu adalah mewujudkannya, tak ada pilihan lain.

Meskipun Rania mengatakan tidak akan mengejar cita-cita untuk menjadi seorang penulis, sebenarnya masih ada satu proyek tulisan lagi yang ingin Rania coba untuk selesaikan. Hanya saja Rania akan lebih santai mengerjakannya, karena akan menjadikannya sebatas hobi saja, bukan tuntutan propesional.

Rania sadar kalau kemampuan menulisnya ini harus disyukuri, dengan cara tidak benar-benar berhenti sama sekali dari kegiatan menulis. Rania akan tetap menulis, tapi seperti saat SMP dahulu, dia menulis untuk dirinya sendiri atau menulis untuk orang-orang yang disayanginya saja.

Sebenarnya beberapa waktu setelah pulang dirawat di rumah sakit Jiwa, biasanya Rania merasakan kalau mood-nya membaik selepas dia menulis satu atau dua halaman catatan harian yang tidak bertema. Suasana hatinya yang kacau seketika sembuh setelah dia mengetik kalimat demi kalimat yang tak terlalu dipikirkannya.

Entahlah, mengazamkan diri untuk menjadi penulis propesional memberikan beban yang cukup besar bagi Rania. Karena itu artinya dia harus melatih satu jurus sebanyak 1000 kali, dan harus benar-benar meluangkan waktu untuk itu. Sementara kegiatan berwirausaha cukup menyita pikiran dan tenaganya hingga menjadi cukup melelahkan.

Tidak ada yang tidak mungkin, Rania meyakini itu. Menjadi seorang pengusaha dan membuat sebuah buku atau naskah yang berguna untuk orang banyak tetaplah menjadi mimpi Rania. Meskipun kali ini Rania merubah penulis propesional menjadi sekadar hobi yang harus disyukuri, namun mimpi-mimpi Rania akan tetap hidup.

Ini hanya soal prioritas. Kebebasan finansial bagi Rania lebih mendesak saat ini karena dia tidak ingin terus menerus merepotkan orang tuanya dengan segala kebutuhannya. Dia ingin segera dapat memenuhi kebutuhan sendiri dari hasil keringatnya sendiri dan bukan terus menerus dari orang tua. Meskipun tetap saja semuanya dari Allah SWT.

Setelah catatan terakhir ini selesai ditulis, sebenarnya Rania jadi semakin ingin menulis. Dia tidak ingin menghapus kegiatan menulis ini dari kegiatannya. Meskipun begitu, selesainya naskah ini memberikan rasa optimis kepada Rania bahwa dia akan bisa meraih mimpinya untuk menjadi seorang pengusaha. Loh, kok bisa? Karena pada awalnya Rania pesimis dapat mengikuti kelas sampai akhir, namun akhirnya tercapai juga.

Begitupun untuk menjadi pengusaha, memang Rania sekarang ini masihlah penjual kecil-kecilan yng keuntungannya pun belum cukup untuk memenuhi semua kebutuhannya. Tapi insyaallah dengan berjalannya waktu, dan usaha maksimal, Rania yakin bisa mencapai kebebasan finansial. Setelah itu terwujud Rania bisa menulis lagi sesuka hatinya.

TAMAT




KEPING 28 SEBUAH KEPUTUSAN

 

Punggung dan kepala Rania rasanya penat sekali pagi ini. Seperti biasa, karena terbangun terlalu dini membuatnya menjadi seperti masuk angin. Ditambah setelah mengerjakan beberapa pekerjaan rumah dan belanja untuk keperluan warungnya. Juga tabungan tulisan untuk 30 hari yang belum selesai menambah beban pikiran Rania.

Sejenak Rania merebahkan tubuhnya, rasany nikmat sekali terasa pada punggungnya. Dia ingin memejamkan mata namun teringat bahwa dia tidak boleh menunda-nunda pekerjaan, karena akhirnya pekerjaan itu akan menjadi mendesak. Sementara Rania tidak bisa bekerja dibawah tekanan. Kepalanya akan langsung terasa pusing dan menyerah akan menjadi pilihan yang diambilnya. Biasanya begitu.

Sudah beberapa hari rania menulis catatan ini. Dan pada akhirnya Rania harus memutuskan untuk menutup cita-citanya untuk menjadi seorang penulis. Memperjuangankan cita-citanya untuk menjadi seorang penulis propesional membutuhkan waktu lama dan bekerja dibawah tekanan deadline. Rania dan kepala pusingnya rasanya tidak sanggup untuk menjalani semuanya. Karena ada deadline yang dikejar membuat dia melupakan banyak hal, juga melalalikan amanahnya untuk mengelola dan mengembangkan wirausaha warungnya.

Semenatara yang Rania butuhkan sekarang adalah kebebasan finansial, itu goal kecil yang ingin ditujunya. Ah, mengapa pesimis begini sih? Bukannya Rania pesimis, meskipun ini memang sebuah bukti kepesimisan seorang anak manusia dalam menggapai cita-citanya. Tapi Rania mencoba realistis, menulis sampai melupakan waktu dan apapun tak bisa membuatnya kenyang. Sementara dia juga ingin membantu perekonomian orang tuanya.

Masih ada satu cita-cita yang dulu dituliskannya selain jadi penulis, yaitu menjadi seorang pengusaha. Ini lebih realistis untuk dikejar dan diperjuangkan oleh Rania. Meskipun masih wirausaha kecil-kecilan tetapi Rania merasakan progress dalam kegiatan wirausaha yang ditekuninya, yang tak banyak diceritakan dalam catatan 30 hari ini.

Cita-cita Rania adalah menjadi pengusaha yang memiliki team penjualan yang solid. Sekarang pun Alhamdulillah Rania sudah memiliki seorang tem yang membantunya memasarkan barang dagangan. Dari modal awal 50 ribu Rania mencoba untuk bejualan, sampai akhirnya ayah dan ibu Rania memutuskan untuk membuatkan warung semi café untuk Rania.

Sekarang bentuknya masih hanya sebatas warung biasa, karena masih sedikit yang datang dan barang yang dijual pun belum lengkap. Tapi jika Rania berusaha memperjuangkannya, dengan izin Allah SWT warung ini Rania harap dapat berkembang dan bisa menggaji karyawan.

Itu yang dipikirkan Rania. Sebenarnya bukan Rania akan berhenti menulis sama sekali. Rania akan tetap menuls tapi hanya jika ada waktu senggang saja. Tidak akan seperti sekarang benar-benar memfokuskan diri untuk menyelesaikan tulisan sampai melupakan promosi dan mengelola warungnya.

Cita-cita rania dulu ada tiga, yaitu menjadi ibu rumah tangga, menjadi penulis, dan menjadi pengusaha. Menurut saran Mbak Cantika, cita-cita untuk menjadi ibu rumah tangga dicoretnya karena kalau sudah menikah memang sudah pasti akan mengurus keluarga kecil. Menjadi penulis Rania coba untuk merintisnya dengan mengikuti pelatihan menulis online KMO ini, tapi progressnya masih kecil dan membuat usahanya cukup terbengkalai. Jadi rania memutuskan kalau menulis hanya akan dijadikan hobi saja, bukan kegiatan propesional untuk mencari keuntungan finasial.


KEPING 27 MEMPERTANYAKAN KEMBALI

 

Menulis, membuat Rania semakin asik dengan dunianya sendiri. Melupakan warung yang diamanahkan orang tuanya untuk dikelola. Sehingga warung kecil yang baru memiliki beberapa pembeli ini masih saja tetap sepi karena Rania tidak melakukan promosi yang berarti.

“Sebenarnya untuk apa aku menulis?” bisik Rania. Kegiatan menulis yang ditentukan deadline-nya ini bagi Rania cukup memberi tekanan pada jiwanya. Meskipun kadang-kadang memberikan kesenangan bagi dirinya karena bisa melupakan semua hal hanya dengan menulis saja. Tapi Rania menyadari itu membuatnya menjadi tidak maksimal dalam berwirausaha. Tulisannya pun tidak terlalu bagus, ditambah lagi jika menjadi penulis ternyata dia harus bisa memasarkan bukunya sendiri.

Tapi tulisan ini jelek baru menurut diriny sendiri, belum tahu menurut orang lain. Hanya saja di grup menulis tempat Rania posting tulisannya, hanya hari pertama saja dia memperoleh like yang cukup banyak. Hari kedua berkurag setengahnya, dan hari keempat hanya mendapat kurang dari 10 like.

Hmm… apakah penilaian orang lain itu penting bagi dirinya? Rania tidak bisa mengambil kesimpulan sendiri. Akhirnya Rania berpikir untuk mengirimkan tulisannya kepada ibunya yang senang membaca setiap hari lewat  whatsapp pribadi, karena ibunya tidak memiliki akun facebook. Rania membutuhkan beberapa pembaca yang bisa memberikan feedback atas tulisannya ini.

Rania membutuhkan masukan atas cita-cita yang akan dia perjuangakan. Karena jika setengah-setengah, lebih baik jangan sekalian! Pernah beberapa kali Rania membaca sebuah quote dari salah satu penulis paporitnya: Orang lain boleh meremehkan mimpimu, tugasmu hanya satu, mewujudkannya! (DEP) setelah membaca quote itu rasa optimis Rania jujur meningkat. Tapi Rania tidak benar-benar paham cita-cita yang dituju itu. Penulis seperti apa, yang melakukan apa, yang membuat karya yang seperti apa yang sebenarnya dia tuju.

Atau pengusaha apa? Dengan target penjualan seperti pa. apa barang dan bisnis yang ditawarkan kepada orang lain, belum ada bayangan dalam diri rania sebenarnya. Bahkan bentuk warungnya saja dia belum paham akan dibawa ke mana. Sama seperti tulisannya, tulisan seperti apa yang akan dia latih 1000 kali untuk menjadi seorang yang ahli? Ini penting bagi Rania.


KEPING 26 HAHAHA

 

Hahaha!

Sudah sejauh ini ternyata tak ada hal menarik yang diceritakan Rania dalam novelnya. Hanya sebuah catatan tentang keseharian seorang wanita bipolar penyendiri yang setengah pengangguran yang membosankan. Tak ada petualangan bak cerita Harry Potter yang sangat digandrungi oleh Rania. Tak ada ketegangan dan masalah-masalah pelik yang dihadapi tokoh novelnya. Bahkan tulisan ini tak berbentuk novel sama sekali, hanya kumpulan catatan yang tersusun acak.

Hahaha!

Rania tetap menulis dipeluk pesimis dan keinginan untuk menghentikan kegiatan menulis ini lalu berbaring dan memejamkan mata, melupakan naskah buruk itu.

“Hus! Jangan berbicara buruk tentang dirimu sendiri! Ingat kata-kata adalah do’a,” bisik hati kecil Rania. Tapi otak rania yang sedang sinis tak bisa digubris sama sekali, di tetap menuliskan aura pesimis mengikuti jumlah like dari pembaca yang semakin lama semakin berkurang jauh.

Hahaha!

Rania sebenarnya ingin membuat cerita bersambung yang menampilkan percakapan yang memukau, seperti cerita orang lain yang dibacanya di grup menulis itu. Tapi otak Rania seperti bisu, seperti dia harus belajar lagi untuk melakukan percakapan dengan otrang lain.

“Mbak Rania!” tiba-tiba ada yang memanggil Rania yang sedang menulis di warungnya sambil tengkurap di lantai.

“Beli kopi tiga dan rokok setengah bungkus,” kata laki-laki di depan rania yang sudah bangkit berdiri.

“Tunggu ya, saya buatkan dulu!” jawab Rania sambil mengambil tiga buah gelas dan mulai menyiapkan kopi.

Hahaha!

“Sungguh hanya memaksakan diri membuat tulisan!” pikiran Rania mulai sinis lagi kepada dirinya sendiri. Dia benar-benar tidak puas dengan tulisan yang dikerjakannya beberapa hari ini. Ini terlalu jelek untuk membuat Rania menjadi seorang penulis.

Hahaha!

Rania tahu, dia terlalu tergesa-gesa menyelesaikan tabungan tulisan untuk 30 hari ke depan. Sehingga tulisan ini benar-benar seadanya, berputar-putar, berulang-ulang.

“Apakah seorang bipolar tidak bisa membuat tulisan yang bagus?” ataukah mungkin karena ini baru perjalanan pertamanya di dunia kepenulisan? Rania berusaha mengalahkan pikiran-pikiran pesimis itu dalam pikirannya. Namun kali ini masih cukup sulit. Pikiran pesimis itu masih mendominasi pikiran. Sepertinya Rania membutuhkan konsultasi kembali.


KEPING 25 KANTUK INI MENYIKSAKU

 

Adzan yang berkumandang, terutama adzan Ashar biasanya adalah yang paling ditunggu-tunggu oleh Rania. Tapi kali sudah beberapa hari sangat berbeda dari biasanya yang dirasakan rania. Tubuhnya berat berat sekali untuk diajak salat. Biasanya Rania biasa salat rawatib terlebih dahulu, tapi kali ini salat wajib pun terasa sulit dilakukan, “Jangan-jangan aku diganggu jin?” pikir Rania melantur.

Tapi Rania memang heran terutama dengan hari ini. Tubuhnya berat seperti ditindih kerbau yang besar sekali, sangat berat dan sulit digerakan. Hal itu dirasakan Rania terutama saat adzan berkumandang. Rania hanya bisa berbaring di atas tikar karena saat itu dia sedang menunggui warungnya. Dan yang mengherankan lagi, jika ada yang membeli ke warung, tubuhnya yang berat seketika meringan.

“Ada apa dengan hari ini?” Tanya Rania dalam hati kepada dirinya sendiri, “Apakah karena obat yang malam tadi tidak dia minum?” Jika itu benar, tentu Rania sangat sedih sekali karena semangat hidupnya dipengaruhi oleh obat. Rania tidak mau itu sampai terjadi.

Sungguh Rania merasa tersiksa jika kantuk dating menyerang di siang hari. Benar-benar mengganggu aktifitas dan membuatnya tidak produktif sama sekali. Seharian hanya bisa berbaring bermalas-malasan, tanpa membantu ibu mengerjakan pekerjaan rumah.

Memang walaupun hanya mengepel lantai dan menyetrika baju, itu meningkatkan ‘rasa berharga’ dalam diri seorang Rania. Jika pekerjaan itu tidak dia  lakukan di suatu hari karena malas, Rania akan sangat sedih sekali. Dia merasa tidak berguna, dan tidak ada artinya hidup ini. Ya, sesederhana menyetrika baju dan mengepel lantai, kutub perasaan rania bisa berbolak-balik tidak karuan.

Rania selalu iri kepada orang-orang yang Nampak bersemangat dan tampak segar sepanjang hari. Melaksanakan pekerjaan rumah tanpa terhalang lemas dan malas. Kalaupun malas, orang-orang yang bersemangat itu selalu saja bisa membunuh rasa malasnya dan memaksakan diri untuk beraktivitas.

Ketika Rania berbaring dan memejamkan mata untuk tidur, kta demi kata, kalimat demi kalimat berseliweran dalam otaknya seperti ikan-ikan yang banyak yang menunggu untuk ditangkap dengan jarring. Tapi Rania tak punya tenaga sedikit pun untuk bangun dan menulis,

“Nanti saja setelah bangun tidur baru ku tulis,” pikirnya.

Namun apa yang terjadi? Ketika Rania bangun, dia tak bisa mengingat satu kalimat pun yang melintas saat dia tidur tadi. Seperti sebuah mimpi, yang langsung dilupakan sesaat setelah bangun tidur. Rania prustrasi dan mengacak-acak rambutnya sendiri karena kehilangan  ikan-ikan besar yang tadi berseliweran tnpa henti.

Kantuk tadi siang benar-benar menjajah Rania tanpa ampun. Bukan hanya kantuk, tapi tubuhnya juga terasa kaku dan sakit sampai ke tulang-tulang. Rasanya badanyya seperti remuk karena dia kurang menggerakan tubuhnya. Benarkah tidak minum obat satu malam saja bisa membuat Rania tersiksa sedemikian rupa? Tolonglah, Tuhan jangan karena alasan itu.


KEPING 24 SAAT MOTIVASI MELEMAH

 

Membandingkan diri dengan orang lain memang kerap kali menghadirkan kesedihan dan kemurungan bagi Rania. Dia kerap kali membandingkan dirinya dengan Dara, adik pertamanya yang bertubuh sehat. Banyak pekerjaan rumah yang bisa Dara kerjakan dalam satu hari, tidak seperti dirinya Dara seperti tidak pernah malas dan loyo.

Seperti hari ini, Rania mengantuk tak berkesudahan. Sementara Dara begitu gesit mengurus bayi dan pekerjaan rumah yang harus dilakukannya. Rania mengira mungkinkah Dara bisa segesit itu karena porsi makannya yang banyak? Ya, adik pertamanya itu meskipun badannya kecil tapi porsi makannya cukup banyak. Rania menirunya beberapa hari, tapi tetap saja dia lamban dan loyo. Apalagi makan yang banyak malah membuatnya sering mengantuk.

Lalu apa yang menjdi masalah dengan tubuhnya? Apakah memang dia malas saja pada dasarnya? Rania jadi kesal pada dirinya sendiri. Kegiatan menulis hari ini pun jadi terkendala mengantuk yang tak berkesudahan. Padahal seumpama puzzle, Rania tinggal menyelesaikan enam keping lagi, tapi itulah yang terakhir yang paling sedikit yang paling sulit biasanya.

Kali ini Rania mencoba tidak membuat catatan dahulu di buku catatan karena mendapat pinjaman laptop dari ibu, jadi Rania langsung mengetik di laptop tanpa panduan. Dulu juga biasanya begitu sebelum laptop Rania rusak, tapi karena kebiasaan baru menulis dahulu di buku catatan membuat kata demi kata lebih tersendat dari biasanya. Mungkin peralihan kebisaan.

Tulisan Rania jadi semakin acak dan tak kunjung menjorok pada satu tema yang akan dijadikan judul olehnya, “Ya, ampun… menulis ternyata tak semudah yang kubayangkan,” pikir Rania. Satu bungkus wafer sudah habis dimakan namun tulisan belum menunjukan bentuknya. Setiap kali Rania berpikir untuk menyerah pada cita-citanya untuk menjadi penulis, dia selalu termotivasi setiap kali membuka instagram. Memang yang Rania follow hanya akun-akun motivasi saja.

Wafer sudah habis, taka da lagi yang bisa rania kunyah. Motivasi mulai melemah, Rania mulai mempertanyakan kembali untuk apa dia bercita-cita menjadi penulis. Usia sudah tak lagi muda, sudah kepala tiga, sementara dia baru mulai merintis. Untuk apa aku melakukan ini semua?

Untuk membuat tulisan-tulisan yang baik, seperti yang pernah dikatakan pemateri pelatihan menulis online KMO yang Rania ikuti.


KEPING 23 SEKERAT DOA YANG ACAK

 

Tuhan, Engkau Maha Tahu bahwa terlalu banyak yang kusembunyikan dari catatan ini. Semua yang kutuliskan tak sedikitpun menggambarkan badai bipolar yang paling dasyat yang pernah ku alami selama ini.

Keping-keping catatan ini hanya coretan kecil anak manusia yang terlalu banyak aibnya dalam menyelesaikan langkah kecil proyek menulis agar cita-citanya tidak padam ditiup maslah perasaan psimis dan putus asa yang kerp kali menerjang.

Tuhan, Engkau Maha Tahu apa saja hal mengerikan yang bisa dilakukan seorang bipolar sepertiku. Oleh karena itu aku meminta kepada-Mu taka da lagi yang mengalami hal-hal mengerikan yang telah aku alami selama ini.

Ya, Allah Ya Gaffur, ampunilah dosaku yang tak terbilang besar dan banyaknya. Ampuni dosa orang tuaku dan semua keluarga serta sahabat-sahabatku.

Tuhan, kalau boleh aku meminta aku ingin sembuh tanpa harus minum obat dari dokter lagi sedikit pun. Kalaupun aku harus tetap meminum obat-obatan itu, berilah selalu karunia berupa rezeki agar aku bisa membeli obat-obat itu.

Tuhan, kutitipkan mimpi dan cita-citaku pad kekuatan-Mu. Taka da yang tak mungkin bagi Engkau, meskipun orang-orang meenganggap impiku terlalu muluk, terlalu banyak, dan terlalu mustahil untuk bisa ku gapai.

***

Rania sadar bahwa tak banyak yang bisa dia kemukakan dalam naskah ini. Meskipun mungkin akan menjadi pelajaran bagi yang lain, tapi Rania juga meyakini perintah untuk menutup aib sendiri setelah Allah SWT menutupnya. Dia tidak boleh membuka aib yang telah ditutup oleh Tuhannya.

Rania pun paham bahw tulisan yang di buat mmungkin tak sesuai dengan ekspektasi pembaca, namun apalah daya saat ini hanya ini yang bisa Rania tuliskan untuk dirinya sendiri dan untuk beberapa orang baik yang bersedia membaca ceritanya.

Di sore yang malas ini Rania memaksakan diri untuk menyelesaikan satu lagi tulisan pendek dengan judul seadanya. Mencoba mengeluarkan kata demi kata dari tempurung otaknya yang sedang malas dan tak kunjung mendapat ide yang menarik.

Menulis sendirian seperti saat ini sudah menjadi keseharian Rania karena semua orang rumah sedang sibuk dengan pekerjaan dan urusannya masing-masing. Kalaupun mereka sedang bersantai, taka da yang berani mengganggu Rania dengan kesendiriannya.

Di sore yang malas ini Rania berhasil lagi menulis lebih dari 300 kata untuk tugas menulis online yang diikutinya itu, segala puji bagi-Mu ya Allah.


KEPING 22 DUA KUTUB

 

Dua hari yang berbeda, dua kutub perasaan yang berbeda pula. Hari kemrin setelah menyerahkan tugas menulis online hati riang tak terkira, tapi hari ini malah sedih tak tertahankan. Seperti langit pagi, kemarin begitu cerah daan hangat, sementara sekarang mendung dan dingin sampai ke tulang. Itu yag dirasakan oleh rania di dua hari yang berbeda ini, kemarin dan hari ini.

Kemarin langit cerah, Rania begitu bersemangat walaupun pekerjaan rumah cukup banyak. Optimis memeluknya hinga hari-hari rania menjadi riang. Berbeda dengan hari ini, langit mendung seperti selaras dengan perasaan Rania yang menjadi sedih dan lemas. Padahal tidak banyak pekerjaan rumah yang Rania kerjakan, tapi badannya lelah sekali. Pesimis atas cita-citanya untuk menjadi penulis mencengkram hatinya, seolah menegaskan berulang-ulang bahwa dia tidak akan bisa menggapai cita-citanya.

Fase mania yang membuat Rania menggebu-gebu dan exited dengan segala sesuatu yang dikerjakannya dapat diredam dengan membaca beberapa halaman Al-Qur’an atau As-Syifa. Sedangkan fase depresi yang membuat Rania lemas, sedih, dan pesimis cukup sulit untuk dikendalikan.

“Tulisanku jelek, tidak ada konflik di dalamnya. Hanya coretan-coretan biasa yang mungkin tak berguna,” bisik pikiran Rania sedih.

Tak ada yang menghibur Rania kali ini. Karena taka da yang tahu kalau Rania mengerjakan tugas menulis ini dalam satu waktu mengalami kesedihan. Atau bukan karena tugas novel yang membuatnya sedih, tapi karena Rania tidak punya uang. Haha makin ngaco saja yang dipikrkan Rania, meskipun ada benarnya juga.

Karena pikirannya semakin tidak karuan, Rania memutuskan untuk berhenti menulis dan melakukan hal lain yang biasanya disukainya, seperti menonton video motivasi sambil merebahkan tubuhnya sejenak.

Ya, semalam karena terbangun terlalu dini dan tidur lagi membuat tubuh Rania menjadi tidak fit dan tidak nyaman. Menguap beberapa kali dan rasa dingin yang menyergap tubuh Rania memberitahunya kalau dia kurang tidur tadi malam.

Tapi lucu ya? Kurang tidur saja bisa membuat perasaan rania sedih dan pesimis pada cita-citanya. Bipolar memang unik, tubuh yang tidak fit bisa berpengaruh juga pada perasaan dan suasana hatinya. Tidak ada kata “hanya” dalam bipolar. Karena flu dan masuk angina ringan saja bisa membuat kutub depresi menjadi aktif.


KEPING 21 CATATAN DI SEPERTIGA MALAM

 

Pukul 01.30 WIB

Rania terbangun lantas langsung melompat dari tempat tidurnya, menyambar kopi saschet di meja rias. Entahlah, itu menjadi kebiasaan baru bagi Rania. Dia jadi suka terbangun hampir tengah malam. Tapi kalau tidak langsung bangun untuk tahajud, dia akan tetap tidur nyenyak sampai subuh. Tapi kalau bangun dan menyeruput sedikit kopi, dia bisa tetap terjaga hingga pagi.

Setelah shalat Tahajud Rania bingung antara elanjutkan tidur lagi karena kawatir badannya masuk angina akibat kekurangan waktu tidur, atau mencoba menulis di jam-jam sepertiga malam seperti ini? Jadi besok rania tinggal mengetik ulang cerita yang dia buat.

Rania jadi teringat hari kemarin, setelah mengerjakan tugas posting pertama kali untuk 30 hari ke depan, Rania senang tak terkira karena tulisannya memiliki pembaca. Bukankah itu yang diperlukan oleh seorang penulis? Ya, pembaca mskipun masih sedikit tapi Rania senang sekali. Yang membuat Rania lebih senang adalah ada beberapa orang yang memberikan komentar pada tulisannya. Duh senangnya tak terkira.

Setelah posting dan mengirimkan laporan Rania kembali mengerjakan pekerjaan rutin rumah tangga. Membantu ibu mencuci piring, mengepel lantai, mandi, makan, salat dhuha, lalu menyetrika baju walaupun hanya bisa sedikit saja.

Entahlah, apakah mungkin karena efek samping obat atau mungkin juga bukan. Tapi dulu Rania bisa menyetrika baju sebanyak apapun sampai selesai, sedangkan sekarang sekeranjang pun tak bisa dia selesaikan karena tubuhnya cepat lelah.

Atau mungkin karena pikirannya masih tegang akin=bat belum menyelesaikan tabungan tulisan untuk 30 hari kedepan? Karena bagi Rania memang berpengaruh, jika pikirannya kalut dan tidak tenang, maka tubuhnya akan semakin melemah dan cepat lelah.

Jam menunjukan pukul 02.53 WIB di hari Jum’at yang barokah. Karena salat tahajud sudah, mengaji Al-Kahfi sudah, menulis catatan sudah, Rania memutuskan untuk tidur kembali agar tenaganya besok tidak mudah ngedrop karena kekurangan waktu tidur. Soalnya kalau badannya ngedrop itu akana membuatnya tidak bisa beraktivitas seperti biasa. Dan itu kan membuat suasana hatinya menjadi muram kembali.

Di sepertiga mala mini Rania tidak meminta untuk didekatkan dengan jodohnya, Rania hanya berdo’a agar dia diberi kesembuhan dan dijadikan pribadi yang mandiri. Juga dikabulkan segala mimpi dan cita-citanya, termasuk untuk menjadi seorang penulis.


KEPING 20 SESEDERHANA MANDI

 

Sebelum mengetik kembali keping ini Rania sengaja mandi terebih dahulu, dia ingin benar-benar merasakan segarnya air yang mengguyur tubuh penatnya setelah beberapa jam mengetik naskah. Menggosok gigi hingga bersih dan nafasnya segar, mencuci muka dengan sabun pencuci muka hingga wajahnya terasa bersih, lalu menyabuni seluruh tubuhnya hingga wangi segar terasa olehnya.

Selepas mandi Rania mengenakan baju yang bersih, menyisir rambutnya hingga rapih sebelum mengenakan kerudung, lalu berbedak dan menyemprotkan sedikit haruman ke pergelangan tangan dan kerudung bagian leher. Sudah segar dan wangi, rania siap untuk melanjutkan mengetik naskah yang belum selesai sambil menunggu adzan magrib berkumandang.

Sebenarnya Rania memutuskan untuk tidak mandi sore karena ingin segera menyelesaikan naskah untuk hari ini. Tapi Rania akhirnya menyadari kalau itu adalah kebiasaan yang jelek juga tidak sehat bagi tubuh dan jiwanya. Kebiasaan jelek jangan dikasih celah untuk dilakukan, karena kalau sekali saja dilakukan esoknya akan ketagihan. 

Selain itu Rania juga pernah membaca tips menulis dari salah satu penulis pavoritnya, bahwa salah satu cara untuk menghadirkan ide kembali setelah badan terasa penat dan suntuk adalah dengan mandi. Murah meriah, bikin sehat, dan aliran darah ke otak menjadi lancar.

Setelah hampir dua tahun berobat ke rumh sakit provinsi, rania jadi sering memperhatikan bahwa mengurus diri sendiri termasuk mandi, menjadi bagian dari pemeriksaan oleh psikiatri. Hal itu menjadi salah satu tolok ukur parah tidaknya penyakit yang diderita.

Rania merisngis mengingat beberapa pasien yang pernah dilihatnya ketika berobat, kotor dan bau ketika melinta di depan Rania. Hanya beberapa kali sih Rania menemukan pasien yang seperti itu, karena kebanyakannya bersih dan rapih seperti Rania. Duh. Rania jadi berpikir, aku tidak mau menjadi pasien yang kotor dan bau. Ditambah lagi mandi itu sehat, dapat enjadi terapi untuk kejiwaannya. Memang benar sih, saat wudhu dan mandi adalah saat yang dapat menghilangkan penat seketika. 

Jadi akhirnya rania mandi sore sampai bersih karena tidak ingin membiasakan kebiasaan ang jelek dan tidak sehat bagi dirinya. Dan siapa tahu ide-ide baru bermunculan setelah tubuhnya diguyur air segar yang juga menyegarkan pikirannya.


KEPING 19 ANAK PANAH DIRENTANG


Tak habis, hanya satu bab novel yang berhasil dibaca Rania. Ya, pada saat mendesak untuk menyelesaikan tulisan, membaca novel yang bagus hanya malah membuatnya down. Ya, karena Rania jadi membandingkan antara tulisan penulis terkenal dengan tulisannya sendiri yang belum jelas bentuk dan arahnya.

Bagi Rania menyelesaikan tugas pelatihan menulis online kali ini sangat penting mengingat saat ini dia belum memiliki banyak tanggungan untuk dipikirkan, juga belum terlalu banyak beban pekerjaan yang perlu dipikirkan.

Rania juga belum memiliki anak seperti Mbak Cantika sepupunya atau Dara, adik pertamanya. Pernikahan Rania yang gagal memberinya rezeki berupa banyak waktu luang untuk digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat lainnya. Ya, meskipun harus diawali dengan kambuh yang sangat parah hingga harus dirawat di rumah sakit jiwa.

Saking pentingnya dan saking tegangnya dengan kelas ini, rania jadi jarang posting di media sosial. Bukan karena kelas ini benar-benar menyita waktu, tapi karena kelas ini benar-benar menegangkan bagi Rania sehingga dia harus berkali-kali menenangkan dirinya dengan istigfar dan membaca Al-Qur’an. Padahal ya, itu memang sudah harus menjadi keharusan bagi Rania.

Rania sadar otaknya tak sama lagi seperti saat dia sekolah dulu yang bisa mengerjakan tugas saat deadline. Juga jam tidurnya tidak seleluasa saat dia belum terkena bipolar dan harus minum obat yang mengandung obat tidur. Rania tidak bisa begadang untuk mengerjakan tugasnya. Maka waktu yang paling pas untuk mulai menulis bagi Rania adalah setelah salat Dzuhur, setelh pekerjaan rumah tangga dia selesaikan terlebih dahulu.

Dan karena laptop Rania rusak, dia harus menulis di buku catatan dahulu sebelum akhirnya diketik dilaptop pinjaman dari ayahnya jika ayah Rania sedang tidak ada pekerjaan. Tapi dengan ini rania jadi menemukan pola baru dalam kebiasaannya menulis. Ternyata menulis di buku catatan terlebih dahulu membuat ide-ide Rania lebih lancer tertuliskan. Sehingga saat mengetik, rania tidak mengalami duduk pusing menatap layar putih tanpa ide yang berhasil melintas. Tinggal nanti disempurnakan, ditambah, ataupun dikurangi, juga dirubah posisinya saat tiba masa mengetik naskah.

Pokoknya fokus Rania saat ini adalah menyelesaikan naskah tabungan untuk posting di grup kelas menulis online yang dia ikuti selama 30 hari berturut-turut. Oleh karena itu Rania harus segera merampungkan naskah agar nanti tidak keteteran saat harus posting.

Anak panah direntangkan. Rania benar-benar mengambil fokus untuk menyelesaikan ini. Tak apa tulisannya jelek, taka pa belum berbentuk novel, taka pa mengabaikan beberapa pesan, dan tak apa mengabaikan medsos dan warung untuk beberapa waktu. Rania benar-benar ingin anak panahnya melesat mencapai sasaran, lulus kelas pelatihan menulis online KMO.


KEPING 18 DIARY SYUKUR RANIA


Orang-orang di rumah alias keluarga tidak ada yang tahu kalau Rania mengikuti pelatihan menulis online. Yang dilihat orang tuanya hanya setiap hari Rania meulis di buku catatan dan meminjam laptop ayah setiap ayah pulang kerja.

Hanya adik bungsunya yang baru kelas 2 SD pernah bertanya kepada rania ketika dia sedang mengetik, “Kakak buat apa menulis itu?”

“Buat dibaca orang lain,” jawab Rania pendek.

“Kenapa harus menulis itu buat dibaca orang lain?” Tanya Farrel lagi membuat Rania bingung harus menjawab apa. Kalau di tulisan bisa saja rania menjawab bahwa dia menulis untuk memberitahu pengalamannya agar mennjadi pelajaran bagi orang lain. Tapi di dunia verbal, Rania kesulitan untuk menjawab pertanyaan adik bungsunya itu.

***

Sebenarnya Rania sedih, karena di usianya yang ke 30 dia belum bisa mandiri dan masih bergantung pada kdua orang tuanya. Tapi kata ustad Adzam yang mentreatment-nya dengan metode pengobatan rukyah mengatakan kalau Rania hanya kurang bersyukur. Bahkan dokter psikiatri juga mengingatkan Rania agar mensyukuri setiap hal kecil yang dia dapatkan.

Alhamdulillah, aku masih memiliki tempat berteduh hari ini.

Alhamdulillah, aku masih bisa makan sehingga tubuhku bertenaga hari ini.

Alhamdulillah, aku masih memiliki obat hari ini untuk menstabilkan keadaanku.

Alhamdulillah, aku masih bisa berusaha untuk berwirausaha hari ini meskipun masih dalam tahap percobaan.

Alhamdulillah, aku bisa beraktifitas untuk membantu sedikit pekerjaan rumah orang tuaku.

Alhamdulillah, tubuhku sehat hari ini dan tidak terlalu lemas.

Alhamdulillah, aku bisa menulis untuk merajut cita-cita kecilku.

Dan masih banyak Alhamdulillah yang tak akan habis walau tinta pena selautan digunakan untuk menuliskan nikmat Allah SWT. Bahkan tetap tak akan cukup meskipun ditambah tinta pena sebanyak itu juga. Tapi itu yang disarankan dokter Amir yang lumayan sepuh kepada Rania. Rania harus ingat dan mensyukuri setiap hal, termasuk hal-hal kecil yang dia dapatkan atau dapat dia lakukan. Itu juga yang diingatkan kembali oleh ustadz Adzam saat Rania menjalankan pengobatan alternative dengan metode rukyah.

Rania harus selalu bersyukur bagaimanapun keadaannya saat itu. Ya, kali ini Rania mulai menyadari sesuatu. Bukankah janji Allah SWT akan menambah nikmat bagi orang-orang yang bersyukur?


KEPING 17 MASA DEPAN PUN MENAKUTKAN

 

Rania berpindah dari teras warung lalu duduk di hamparan rumput yang hijau. Kali ini memulai menulis sambil mendengarkan ceramah dari seorang ustadz yang terkenal. Rania memilih mendengarkan ceramah di Youtube tentang menyikapi masa lalu dan masa depan.

Mengapa?

Karena itulah yang paling mengganggu Rania saat penyakitnya memburuk atau kembali kambuh. Ketika bipolar itu kambuh Rania akan sangat gelisah dan yang paling dia takuti adalah masa depan. Gambaran masa depan yang tergambar dalam bayangannya selalu buruk, tentang kemelaratan, juga adik-adiknya yang putus sekolah karena orang tuanya meninggal. Ya itu hanya ketakutan yang tidak mendasar. Belum tentu orang tua Rania meninggal lebih dahulu daripada dirinya sendiri kan? Tapi itulah yang paling ditakuti ketika bipolarnya kambuh dan berada di fase depresi berat.

Adzan Ashar pun berkumandang. Dengan melawan perasaan malas dan berat rania membereskan buku catatannya lalu mengambil wudhu. Rania sadar bahwa kemampuan dia untuk menyelesaikan tulisan kali ini, hanya jika Allah SWT menolongnya. Rania bersiap-siap untuk shalat Ashar dan sedikit mengaji untuk menenangkan hatinya. Rania tahu, tugas menulis 30 hari ini lumayan membuat suasana hatinya sedikit kacau. Kegagalannya di masa yang lalu membuat rania tegang dan terobsesi untuk menyelesaikan tantanggan ini. Jadi untuk menenangkan hatinya Rania meluangkan waktu untuk membaca Al-Qur’an dan istigfar.

Setelah salat dan mengaji rania melanjutkan menulis di buku catatan. Rania tiba-tiba ingat perkataan dokter Dina saat dia berobat,

“Masa depan adalah ranah Allah SWT. Kita tidak bisa ikut campur pada ranah-Nya,” itu yang dikatakan dokter wanita yang bertubuh gemuk itu.

“Saya juga kalau memikirkan masa depan saya sendiri tidak terbayang akan seperti apa, dan mungkin saya akan stress. Mengapa stress? Karena kita memikirkan sesuatu yang bukan hak kita untuk dipikirkan. Ranah kita adalah berikhtiar agar hari ini lebih baik dari hari kemarin, itu tugas kita!” lanjutnya panjang lebar dan tegas.

Mendengar ucapan dokter Dina itu membuat perasaan Rania mulai tenang, meskipun punggung dan tangannya tetap gemetaran karena pengaruh obat dan tremor. Ya, tremor  di tangan Rania memang tidak kunjung menghilang. Hanya saja terkadang getarannya lemah, dan terkadang getrannya kuat.

Akhirnya setelah menulis lima rancangan tulisan pendek Rania memutuskan untuk membaca novel terlebih dahulu sebagai selingan. Semoga setelah membaca novel, dia kembali menemukan ide untuk menulis. 


KEPING 16 RANIA DAN LANGIT

  

Sejenak Rania berhenti menulis, berdiri lalu berjalan di bawah gerimis yang semakin mengilang. Berjalan perlahan seraya memandang langit yang terang dan putih meskipun baru saja menurunkan gerimis kecil. Hanya di halaman rumah Rania memandang alam, beruntung Rania tinggal di kampong yang memang masih alami dan banyak pepohonan.

Semenjak pulang dirawat dari rumah sakit Rania jarang pergi-pergi, keculali pergi ke pasar untuk belanja keperluan warungnya. Tempat penghiburan Rania hanyalah halaman rumahnya yang lumayan luas dan banyak ditumbuhi oleh pohon dan bunga.

Ah, langit siang ini mengingatkan Rania pada bipolarnya sendiri. Sebentar mendung, sebentar cerah. Sejenak gerimis, lalu matahari bersinar terang. Rania jadi merasa langit hari itu menemaninya dengan dual  perasaan yang berganti dengan cepatnya, terkadang mania terkadang depresi. Perasaan yang silih berganti tanpa bisa Rania cegah sama sekali.

Tak banyak dialog dalam cerita Rania, kaena tak terlalu banyak obrolan yang dia lakukan. Kalaupun tidak penting untuk ditulis, kebanyakan rania tidak ingat pembicaraan yang telah berlangsung di hari-hari yang telah lalu. Dan sudah ku beri tahu dari awal bukan? Berusaha mengingat sesuatu hanya membuat Rania skit kepala, suasana hati memburuk, dan membuat Rania ingin tidur saja tanpa pernah bangun lagi.

Entah bagaimana pengidap bipolar yang lain. Tapi yang Rania suka memang seperti ini, saat tenang saat pekerjaan yang melelahkan sudah selesai. Mencoba menulis dan merajut asa untuk cita-citanya, sambil menikmati langit yang tinggi dan luas. Baik saat mendung ataupun cerah, sama saja bagi Rania. Dia menyukainya. Apalagi saat hujan. Saat hujan curahan rizki turun dengan begitu derasnya, sehingga Rania merasa kaya saat hujan turun dengan derasnya.

Cerita yang ditulis Rania sudah setengahnya, tapi ide dalam kepalanya sudah habis. Rania bingung harus menulis apa lagi. Sementara perjalanan masih jauh, Rania masih memerlukan sekitar lima belas cerita untuk ditulis. Apakah menurutmu Rania akan sampai pada akhir tantangan dan akhir cerita?

Gerimis telah berhenti. Langit terang sedikit meredup karena menuju sore hari. Rania melihat ibunya sedang membersihkan taman dari rumput-rumput dan daun-daun kering yang menganggu. Rania sebenarnya ingin membantu, namun dia sedang merasa exited untuk terus meneruskan menulis ceritanya. Jadi dia memutuskan untuk tetap bersama kertas dan penanya.


Kamis, 04 Februari 2021

KEPING 15 NIKMATNYA REBAHAN ADALAH RACUN MIMPI

 

Kasur yang empuk dan hangat, bantal dan guling yang nyaman, serta selimut kesayangan, menjadi musuh Rania untuk sementara waktu ini. Rania terpikir, mungkinkah yang membuat dia nyaman berbaring dan tidur adalah tempat tidurnya yang terlampau nyaman? 

Maka rania menyingkirkan selimut tebal kesayangannya lalu menggantinya dengan sehelai kain sarung yang tipis. Bahkan rania sengaja tidak memasang sprei agar kasurnya benar-benar tidak nyaman untuk ditiduri. Hasilnya? Tidak ada perubahan sama sekali. Rania tetap tertidur nyenyak dan enggan bangun di pagi harinya.

Ah berarti bukan karena tempat tidurnya yang bermasalah melainkan tubuhnya yang terlampau enggan untuk keluar dari zona nyaman di pagi hari. Jadilah Rania memasang kembali tempat tidurnya seperti sediakala, karena bukannya membuat Rania bangun, kasur tanpa sprei malah membuat Rania gatal-gatal.

Subuh hari Rania terlambat minum kopi yang sudah dia siapkan semalam sehingga dia tidak salat Tahajud, malah meringkuk hangat dalam selimut ungunya itu dan kembali tidur hingga adzan subuh berkumandang.

Selepas salat Subuh Rania tengadah menatap kalender baru di dinding kamarnya, disana tertulis, “Jika mimpimu belum membuatmu bangun untuk salat Tahajud, berarti kamu belum serius dengan mimpimu!”

Rania jadi sedih, dia serius dan benar-benar ingin menjadi seorang penulis. Meskipun mengikuti pelatihan menulis online tidak akan membuatnya langsung terkenal, tapi inilah langkah awal. Sebuah langkah kecil yang akan membawa Rania pada mimpinya.

Bagaimana dengan bipolarnya? Salah satu artikel dari banyak artikel yang Rania baca menyebutkan bahwa dokter memang bias membantu penyakit ini, tapi untuk menyembuhkannya tidak bisa. Oleh karena itu Rania harus sukses meskipun harus hidup selamanya dengan bipolar di kepalanya. Rania juga harus mandiri secara finansial, karena dia harus berobat setiap bulan ke psikiater. Dan itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit meskipun dibantu oleh asuransi pemerintah. Dan masalah lainnya juga karena rumah sakit tempat Rania berobt cukup jauh dari tempat tinggalnya.

***


Siang hari.

Hujan gerimis turun di tengah hari. Ditemani dengan semangkuk mie rebuh hangat sebagai makan siang, Rania meneruskan tulisan naskah novelnya. Tulisannya tidak berbentuk, hanya sebuah cerita yang bolak-balik dia ulang. Tapi kali ini Rania tidak mempedulikan itu dulu. Mau bagaimana lagi, menulis tulisan seperti itu pun Rania harus melawan kepalanya yang berat seperti batu juga tangannya yang kaku seperti ranting pohon.

Saat menulis naskah novel itu bipolar rania sedang membaik. Dokter menemukan obat yang cocok dengan tubuh Rania sehingga tidak terlalu banyak efek samping yang dirasakannya, paling hanya lemas dan tidak bias bekerja terlalu lelah. Sudah empat bulan dokter tidak mengganti obat yang Rania minum, tidak menambah, juga tidak mengurangi dosisnya. Jadi bisa dikatakan obat kali ini sudah pas kadarnya di tubuh dan kepala Rania.

Ya, bipolar Rania sedang membaik. Sebab kalau sedang kambuh, jangankan menulis cerita bersambung. Memahami dunia nyata saja dia tidak bisa. Membaca buku saja malah membuat kepalanya sakit dan pusing.

Alhamdulillah, nikmat sekali mie yang Rania makan hari ini. Ditemani dengan buku catatan dan sebuah pena yang diletakan dekat mangkok mie karena Rania tidak ingin kehilngan sedikit pun moment ini. Moment makan siang yang nikmat karena dia sedang lebih sehat dan dapat menulis ceritanya di atas kertas.

Walaupun pesimis terus saja menghantui Rania, bahwa dia tidak akan bisa menyelesaikan proyek menulis 30 hari yang diikutinya, Rania terus menggerakan penanya di atas kertas, mengabaikan suara pesimis dalam kepalanya.

Sekarang Rania menyadari satu hal, mengapa beberapa hari kemarin dia kehilangan motivasi dan ingin rebahan saja seharian. Selain karena tidak minum kopi, juga karena Rania mengikuti kemalasannya untuk tidak makan. Memang malas makan (apalagi memasak) adalah masalah rania hingga saat ini, sehingga tubuhnya tidak memiliki energy untuk beraktivitas, termasuk untuk berpikir dan menulis.

Rebahan memang zona nyaman bagi siapapun. Tapi zona nyaman seperti itu bisa membunuh mimpi dan cita-cita yang selayaknya memang harus diperjuangkan. Bukannya dibawa tidur dan rebahan saja.


KEPING 14 HAMPIR MENYERAH

 

Semakin hari perasaan malas beraktivitas semakin menyeruak. Rania mulai bangun siang dan tidak melakukan rutinitas hariannya yang biasa dia lakukan, yaitu menyapu dan mengepel teras rumah, mushola, warung, dan gazebo. Siangnya Rania biasa menyetrika baju sekelurga.

Tubuh Rania semakin lemah karena malas makan. Apakah Rania kembali mengalami fase depresi? Sepertinya bukan. Terakhir konsultasi saat berobat kepada psikiartri, dokter Ade malah berkata, “Kayaknya kamu kurang kerjaan.”

Hm… jadi aku kekurangan aktivitas

Yang semakin berbahaya adalah Rania mulai malas untuk salat. Salat sunah mulai Rania tinggalkan. Bahkan hamper saja dia meninggalkan salat Isya, jika saja tidak diingatkan berkali-kali dalam mimpi. Ya, benar mimpi. Jika tertidur sebelum salat Isya, rania selalu mimpi salat berulang-ulang sampaik akhirnya dia bangun dan salat Isya.

Kebuntuan yang lebih parah dating kembali, tapi kali ini Rania tidak mungkin minum kopi, karena dia tidak makan. Rania berhasil bangun namun tanpa motivasi sedikitpun untuk menyelesaikan tulisan. Akhirnya Rania memilih untuk berbaring kembali.

Sungguh tidak produktif sekali.di kamar ataupun ketika menjaga warung Rania hanya rebahan saja. Seperti ada gravitasi yang kuat dari alas tidur yang membuat Rania tak mau bangkit dari berbaring (kecuali kalau ada pembeli di warungnya).

Benar-benar berat sekali untuk beraktivitas. Rania mencoba menggerakan otak dan tangannya untuk menulis naskah novel yang menjadi tugas pelatihan menulis online KMO, tetapi tangan dan otaknya terasa berat sekali. Dia tidak bisa menuliskan apa-apa, Rania akhirnya frustrasi sendiri. Dan pada akhirnya memilih rebahan kembali. 

Rania berpikir, siapa tahu nanti setelah bangun sudah segar pikirannya dan bisa kembali menulis.

Ya, hari itu Rania tidak memaksakan diri untuk minum kopi karena tidak makan tubuhnya terasa lelah dan lunglai sekali. Kalau minum kopi menjelang malam nanti malah tidak bisa tidur, itu akan membuat tubuh dan otak Rania semakin ngedrop.

Untuk besok subuh Rania sudah menyediakan kopi agar dia tidak tidur kembali setelah salat Subuh sehingga bisa beraktivitas seperti biasa. Apakah Rania akan berhasil dengan kopinya? 


KEPING 13 SAAT KEBUNTUAN ITU DATANG

 

Gemericik air di kolam dekat warung tempat Rania merintis usaha tidak bisa menenangkan kegundahannya. Cicit suara-suara burung yang berterbangan di dalam sangkar besar yang dibuat ayahnya Rania tetap tak bisamembuat hatinya damai. Buku yang tergeletak di atas meja dengan pulpen di atasnya tetap kosong, itu yang membuat hatinya tidak tenang.

Siang itu cerah namun tak bisa membuat hati Rania ikut cerah. Kantuk yang menyerang Rania menjelang salat Dzuhur membuatnya kalut tak terhingga. Memang untuk urusan sepele seperti mengantuk saja Rania selalu memikirkan secara berlebihan ketika suasana hatinya sedang tidak baik.

Namun akhirnya pilihan yang biasanya Rania ambil adalah tidur, tidur dengan kantuk yang menyerang juga sedih yang datang bersarang dalam hatinya. Ah, sola perceraian? Sekarang ini sejak mengikuti latihan penulisan online, rania hamper sembuh sepenuhnya dari perpisahan itu. Ada mimpi dan cita-cita yang kembali Rania ingat dan memperjuangkannya sangat menyenangkan, apabila sedang tidak buntu.

Jika sedang buntu, ya begitulah, sedih yang dirasakan oleh Rania. Biasanya Rania lantas tidur sampai waktu dzuhur tiba. Setelah salat rawatib dan salat dzuhur, ditambah minum kopi, kembali rania mencoret-coret buku tulis yang dia gunakan untuk membuat tulisan kasar sebelum diketik di laptop.

Iya,sekarang Rania menemukan pola baru ketika menghadapi kebuntuan menulis dan bengong menatap layar laptop ayahnya. Pola baru itu adalah menuliskannya dulu apa yang dia ingin tulis di buku catatan, nanti setelah selesai baru diketik di laptop. Ternyata laptop Rania yang rusak malah memberikan pola baru yang berhasil dia temukan untuk membuat sebuah tulisan.

Yap! Ketika mengalami kebuntuan Rania akan tidur sampai waktu salat, lalu salat, mengaji sedikit, lalu mencoret-coret buku catatannya. Biasanya ada saja yang akhirnya bisa Rania tulis pada akhirnya. Dengan seizing Allah SWT.

Ah, padahal kebuntuan itu bukan satu-dua kali rania alami. Tapi ketika itu terjadi kerap sekali Rania sedih kembali dan merasa bahwa dia tidak akan bisa menyelesaikan tulisannya hingga akhir.

Bahkan sedih itu kadangakala datang setelah Rania selesai menulis beberapa bab novelnya, sungguh bipolar itu aneh. Selesai menulis, rania akan merasa tidak akan bisa menyelesaikan tugasnya. Dan itu berlangsung berkali-kali tanpa bisa dia lawan.




KEPING 12 SABAR MOTIVASIKU

 

Terkadang kita lupa, 

Dunia ini tak akan selamanya menunggu kita 

menaklukan ragu

Beranikan diri

(Maudi Ayunda-Kejar Mimpi)

Pukul 02.30 WIB

Rania sudah terbangun sejak pukul 01.30 tadi lalu melaksanakan shalat tahajud. Tumben mala mini Rania bangun dengan segar dan tidak mengantuk lagi, ini kesempatan Rania untuk menambah tulisan di naskah novel yang menjadi tugas terakhirnya di pelatihan menulis online.

Kali ini Rania benar-benar serius menggarap tugas novel yang akan dia buat. Tentu saja bukan hanya untuk membuktikan kemampuannya saja ditengah bipolar yang melemahkan. Tapi Rania ingin membuktikan kebesaran Allah SWT dalam dirinya sendiri, bahwa tidak ada yang tidak mungkin bagi-Nya jika sudah berkehendak.

Saat kuliah Rania sempat mengaji dan mendapat pembelajaran mengenai sabar. Bahwa sabar bukan perkara diam pasrah dan menunggu, tetapi sabar adalah tetap bergerak memaksimalkan potensi yang Allah SWT berikan kepada manusia.

Meskipun harus didopping dengan kopi, meskipun harus didukung oleh video motivasi yang tiada henti, Rania berusaha untuk mengisi kehidupannya dengan melakukan hal-hal yang bermanfaat. Meskipun keburukan kerap kali juga datang tanpa bisa ditolak, namun Rania tidak akan putus asa. Karena haram hukumnya bagi seorang muslim untuk berputus asa dari rahmat Allah SWT.

Setiap kali putus asa dating dalam dirinya, Rania langsung mengambil Al-Qur’an dan membacanya. Al-Qur’an menjadi sahabat yang sangat dia rindukan setiap harinya. Setiap kali sedih, dia membaca Al-Qur’an itu meskipun hanya sedikit. Ketika putus asa, ketika tidak tahu apa yang harus dilakukan, ketika hatinya kembali was-was, ketika motivasinya mulai melemah, Rania mengambil As-Syifa. Setelah itubiasanya Allah SWT menolongnya dengan menghadirkan kembali motivasi dan mengingatkannya lagi untuk tetap berada dalam kesabaran.

Ah andai saja setiap hari Rania bisa bangun dan segar bugar setiap hari di jam qiyamulail, senang sekali aku.

Rania begitu bersemangat untuk menulis, meskipun dia belum juga menemukan konflik dari cerita ini. Ya, bagaimanapun Rania pernah kuliah di jurusan kebahasaan. Dia tahu konflik sangat penting dalam sebuah novel. Novel tanpa konflik hanya akan menjdi cerita datar yang membosankan, rania tahu teori itu. Tapi menemukan masalah ternyata tak semudah itu dalam kenyataannya.

Padahal dulu Rania sempat mengajar bidang studi BahasaIndonesia dan mengajari murid-muridnya menulis cerita pendek. Membeberkan teori tentang tokoh, point of fiew, latar tempat, latar waktu, latar suasana, juga konflik. Rania berhenti mengajar karena bipolarnya juga memburuk, yang membuat rania selalu bertengkar dengan kepala sekolah saat itu.

Ah, ya Rania hampir lupa dengan semua teori itu. Kali ini dia hanya menulis dan menulis. Menyusun kata demi kata, kalimat demi kalimat, dalam sebuah paragraf yang tidak utuh. Sungguh bipolar ini telah mengambil banyak yang dulu Rania pernah kuasai.

“Ya, Allah ampuni aku,” bisik hati Rania. Karena dulu dia sempat putus asa untuk menjadi seorang penulis. Pernah kehilangan harapan dan tak lagi percaya pada mimpi-mimpinya. Padahal dia adalah hamba dari Dzat Yang Maha Kuasa. Mudah bagi Allah SWT untuk menjadikan rania seorang penulis jika saja Rania mau bersabar menjalani prosesnya.

Rania berazam kembali bahwa dia akan berusaha bersabar menjalani proses untuk menggapai segala mimpinya.dimulai dengan berusaha dan berdo’a agarAllah SWT memperkenankan dia untuk menyelesaikan proyek ini. Karena Rania sadar bahwa bersabar adalah tidak ada satu pun celah putus asa. Jika semua usaha telah buntu dan tidak kunjung terlihat jalan keluarnya, Rania masih punya do’a dan Al-Qur’an sahabatnya.


KEPING 11 KANTUK DAN KOPI

 

Untuk tugas akhirnya ini Rania memutuskan untuk menuliskan pengalaman hidup dengan bipolar yang bersarang di dalam tempurung kepalanya. Hanya saja rania kemudian kesulitan menentukan konflik untuk dituliskan dalam cerita ini. Dan itu membuat suara-suara miring dan pesimis semakin mendapat angin untuk melemahkan Rania. Tapi akhirnya Rania tidak peduli. Memang sebenarnya tujuan awal Rania mengikuti pelatihan menulis online ini adalah menyelesaikan setiap proyek yang diberikan. Meskipun menulis dengan jumlah minimal, Rania ingin mematahkan tulisan di sebuah artikel yang mengatakan bahwa penderita bipolar tidak bisa menyelesaikan pekerjaan.

Rania ingin menegaskan, terutama kepada dirinya sendiri bahwa dia bisa bekerja normal seperti orang lain, dan suatu hari nanti bisa menggapai segala mimpi dan cita-citanya yang selalu dianggap mustahil.

Hari ini pukul 11.00 WIB Rania diserang kantuk. Memang setelah berkenalan dengan obat Rania sering sekali mengantuk, baik pagi, siang atau pun sore hari. Kata Mas Bayu mantan suami Rania katanya kantuk itu berasal dari obat, tapi Rania tidak tau pasti. Rania memang selalu bermasalah dengan kantuk, meskipun kantuk dan tidur adalah salah satu nikmat dari Allah SWT agar tubuh kita beristirahat.

Tapi kalau boleh memilih, Rania ingin tidak mengantuk saja. Hanya saja kalau ingin segar dan tidak mengantuk Rania harus meminum kopi. Bukankah tidak sehat jika seorang wanita meminum kopi setiap hari? Apalagi Rania selalu diingatkan karena dia kurang minum. Tapi karena Rania ingin sekali dapat menyelesaikan proyek menulis ini, akhirnya dia memaksakan diri untuk meminum kopi agar tidak mengantuk.

Ya, bagaimana lagi. Rania tidak bisa mengerjakan tugas ini saat mepet deadline  seperti yang lainnya. Karena kepalanya akan terasa sakit jika dipaksakan untuk menulis di malam hari dalam keadaan tertekan. Pukul 08.00 WIB atau pukul 08.30 WIB Rania harus sudah tidur agar esok harinya bisa shalat tahajud. Setelah itu si kantuk tidak akan kunjung menghilang samapai Rania puas tidur hingga siang hari. Jadi bagaimana solusinya?

Ya terpaksa, kopi jadi jalan keluarnya.meskipun meminum kopi terlalu sering tidak baik bagi kesehatan, tapi rania sangat ingin menyelesaikan proyek menulis ini. Jadi terpaksa Rania harus meminum kopi agar tetap bisa terjaga dan melakukan berbagai aktivitas termasuk menulis.

Mengantuk sepanjang hari memang menyebalkan. Rania tidak mau menjadi generasi rebahan yang hanya tiduran sepanjang hari. Masih banyak mimpi yang harus dia perjuangkan.

Mengantuk sepanjang hari membuat cerita hidupnya menjadi sangat membosankan. Perjuangan macam apa yang diisi dengan mengantuk seharian? Perjuangan macam apa yang diisi hanya dengan berbaring seharian, sementara kaki dan tangannya masih bisa berfungsi. Akhirnya Rania semakin bersahabat dengan kopi, meskipun sekali-kali Rania mencoba dan berusaha untuk bisa terjaga dan beraktivitas tanpa harus meminum kopi.


KEPING 10 BERSAHABAT DENGAN OBAT

 

Ha ha ha ha sudah kubilang naskah novelmu tidak akan selesai.

Suara miring yang tak terdengar oleh orang lain itu menghantui Rania, padahal Rania baru saja selesai mengetik bab Sembilan yang berisi tulisan pendek itu. Suara-suara miring dan perasaan takut menyeruak terus menerus entah mengapa. Membuat pundak Rania rasanya gemetaran saking takutnya naskah yang dia coba tulis tidak lancer dan dia didepak dari kelas menulis online itu.

Kamu tidak bisa memikirkan ide apapun bukan?

Seolah tahu kelemahan Rania, suara-suara itu terus berlanjut melemahkan tekadnya untuk menulis. 

Memang kamu lancer menulis hingga bab Sembilan, tapi selanjutnya akan sama seperti sebelum-sebelumnya. Kamu akan gagal dan berhenti sebelum titik akhir.

Kepala Rania berdenyar-denyar. Rasanya pusing dan bagian depan kiri dan kanan kepala Rania terasa sakit. Rania ingin menyelesaikan naskah ini dengan sebenarnya. Dia tidak ingin gagal lagi untuk yang kesekian kalinya.

Ya, Rania pernah beberapa kali mengikuti tantangan menulis online, tapi semuanya berhenti ditengah jalan. Bahkan ada satu event yang Rania tidak menulis naskah sama sekali karena lemahnya motivasinya saat itu. Rania tidak yakin bisa menjadi penulis, dan itulah masalah yang sebenarnya.

Selepas menulis konsep berantakan di buku tulisnya Rania kemudian berwudhu karena adzan ashar sudah berkumandang. Rania kemudian shalat rawatib dan shalat ashar dan berdo’a, berusaha menenangkan dirinya. Kemudian setelah makan sedikit makanan, Rania membuka laptop dan mulai menulis. Mengabaikan suara-suara miring dan hatinya yang mulai melemah motivasinya.

***

Pengidap bipolar jika penyakitnya mulai memburuk kerap kali tidak tidur, oleh karena itu dalam obat yang diberikan dokter pasti ada yang mengandung obat tidur yang membuat Rania mengantuk saat meminumnya.

2011 hingga 2017 adalah masa ketika Rania mendapat obat tidur dengan kadar yang sangat banyak, karena Rania pernah tidak tidur selama dua hari berturut-turut. Obat itu jika diminum akan memaksa Rania untuk tidur hamper 12 jam lamanya. Maka Rania akan tampak tidur sangat nyenyak, padahaldi dalamnya Rania kerap bermimpi buruk, dia tidak tidur dengan perasaan damai melainkan dengan ketakutan yang menggulung seluruh tubuhnya karena tidak bisa bergerak. Kambuh dan obat adalah mimpi buruk yang teramat sangat bagi Rania.

Setelah kejiwaannya agak stabil dan Rania mulai bisa beraktivitas lagi, dia mulai membenci obat-obat itu. Jika meminum obat itu matanya akan memaksa untuk terpejam dan seluruh tubuhnya seperti lumpuh. Rania tidur, namun rasanya seperti dibius. Oleh karena itu Rania mulai tidak meminum obatnya, dan merasa baik-baik saja dan melanjutkan aktivitasnya.

Namun ternyata meninggalkan obat bukan pilihan tepat bagi Rania. Penyakitnya kerap kali memburuk dan membawa Rania pada fase mania ataupun depresi. Akhirnya Titi, sahabat rania menyarankan Rania untuk dirujuk ke rumah sakit Provinsi setelah enam tahun berobat jalan di rumah sakit daerah kota Subang, tempat kelahirannya.

Setelah dirujuk ke rumah sakit Provinsi, keadaan rania mulai membaik. Obat yang diberikan tidak terlampau keras meskipun tetap menghadirkan kantuk yang teramat sangat dan membuat lengan dan punggungnya lemas tak bertenaga. Rania bisa menikah, berjualan, dan mengajar di sekolah dasar. Kehidupan Rania mualai tampak normal seperti orang kebanyakan, sampai akhirnya dia meninggalkan obat kembali karena merasa sudah sembuh.

Itulah awal segala penderitaan Rania, penyakitnya kambuh tanpa Mas Bayu suaminya menyadarinya. Dia kerap kali menangis sesengukan seorang diri karena merasa sendirian, berteriak-teriak marah bahkan kepada orang tua Mas Bayu, sampai akhirnya Rania melakukan hal yang tak dapat ditolelir lagi oleh Mas Bayu. Mereka pun akhirnya bercerai.

Orang tua Rania mulai mencari berbagai pengobatan alternatif ke pesantren-pesantren. Namun Rania semakin tidak bisa ditangani, sampai akhirnya pertengahan 2020 Rania dirawat inap di rumah sakit jiwa Provinsi.

Meskipun pengobatan alternatif tetap dilakukan, namun ayah Rania akhirnya menyadari bahwa pengobatan oleh psikiatri di rumah sakit yang membuat Rania mulai membaik. Karena ingin segera lepas dari obat dan rumah sakit pernah Rania bertanya kepada dokter psikiatri yang menanganinya,

“Dokter, berapa lama lagi saya harus minum obat? Setahun atau dua tahun?”

“Untuk kasus seperti Rania ini tidak dapat dipastikan sampai kapan kamu berhenti minum obat. Kamu sangat memmerlukan obat ini untuk menyeimbangkan hormone dalam kepalamu. Anggap saja seperti penyakit diabetes, yang harus selalu menjaga pola makannya seumur hidupnya agar tidak memburuk. Maka kamu memerlukan obat ini agar penyakitmu tidak kambuh kembali,” jawab dikter Rizki panjang lebar.

“Kalau begitu, kapan kira-kira saya bisa sembuh dok?” Tanya Rania lagi.

“Dalam kasus bipolar, tidak ada kata sembuh, yang ada hanyalah stabil. Bahkan setelah kamu menemukan kehidupan yang membuat kamu bahagia pun kamu tetap memerlukan obat ini sebagai vitamin agar keadaan kamu tetap stabil.”

Rania sedih. Tidak ada prediksi sembuh dari dokter. Tidak ada perkiraan kapan dia bisa melepaskan obat yang harus diminumnya. Yang membuat Rania sedih sebenarnya bukan karena harus minum obat itu, tapi berobat memerlukan waktu dan biaya. Sementara ayahnya tidak akan mungkin muda selamanya, itu yang ada di pikiran Rania, sementara dengan suaminya dia sudah berpisah. Padahal Allah tidak membebani setiap makhluk diluar batas kemampuannya, itu yang tidak diingat Rania.

Rania diingatkan oleh dokter untuk mensyukuri hal-hal kecil yang telah diterimanya saat itu dan berhenti untuk mengkhawatirkan masa depan dengan terlalu berlebihan. Akhirnya hingga hari ini Rania tetap setia meminum obat sebelum tidur, dan bersyukur bahwa setiap harinya dia masih bisa memndapatkan obat itu. Entah sampai kapan. Tapi Rania berharap tidak selamanya harus menerus meminum obat kimia itu untuk bertahan hidup dengan wajar dan normal.


KEPING 9 DIA ADALAH AS-SYIFA

 

Ketika bipolar Rania kambuh untuk yang kesekian kalinya. Saat Rania  dibawa dan dirawat di rumah sakit jiwa. Tidak ada yang menasihatinya soal agama. Bukan tidak ada yang peduli, tetapi orang-orang yang mengenal Rania tahu, ketika Rania mulai melepas jilbabnya keluar rumah, itu berarti penyakitnya sedang kambuh kembali.

Sampai sekarang juga Rania tidak mengerti mengapa seperti itu. Yang jelas setiap kali penyakitnya memburuk, Rania akan kehilangan pegangan dan keimanannya. Jilbab yang sehari-hari dia kenakan mulai dia lepaskan, bahkan Rania muali meninggalkan shalat sama sekali. Itu semua mungkin karena waham yang salah, yang kemudian menguasai pola pikir, pola tindak, hingga pola sikapnya.

Memang, ketika Rania kambuh yang ada dipikirannya adalah surga dan neraka. Kadangkala Rania berada pada fase mania yang membuatnya merasa di surga, jadi buat apa dia memakai jilbab dan solat. Toh dia sudah berada di surga yang menyenangkan.

Atau ketika berada dalam fase depresi yang berat, Rania akan merasa dirinya berada di neraka. Segala yang ada dalam pikirannya hanyalah penderitaan dan kemelaratan. Ekspresi setiap orang jadi menyeramkan. Dan dia berpikir untuk apa shalat, semua itu sudah tidak ada artinya karena dia sudah berada di neraka Allah SWT.

Hari itu Rania dan Ayah berada di rumah ustad Adzam yang melakukan treatment kepada Rania dengan metode rukyah. Rania curhat juga kepada ustadz bahwa dia kehilangan kemampuannya membaca buku. Lalu ustadz Adzam mengatakan lebih baik membaca buku kamu alihkan dulu dengan membaca Al-Qur’an. Ayah Rania juga menambahkan, “Iya, pokoknya program Ayah buat kamu sekarang khatam Al-Qur’an saja. Tidak perlu memikirkan hal lain.”

Akhirnya setiap hari Rania mulai membaca Al-Qur’an halaman demi halaman. Tidak bisa banyak, paling hanya satu atau dua halaman setiap kali membaca. Tapi Rania tidak bersedih, dia ingat salah satu hadits bahwa salah satu amalan yang Allah SWT senangi adalah amalan yang kecil tapi dilakukan terus menerus. Akhirnya meskipun hanya bisa membaca satu-dua halaman, Rania tetap senang.

Rania mulai merasakan ketenangan ketika membaca Al-Qur’an itu. Setiap kali ketakukan akan masa depan datang menyeruak dalam dada dan pikirannya, Rania membuka Al-Qur’an berjilid emas yang dulu dijadikan mas kawin oleh mantan suaminya itu. Setelah membacanya, perasaannya kembali tenang. Malah membaca Al-Qur’an mulai menjadi kebutuhan bagi Rania, karena kalau satu hari saja tidak membaca, perasaannya akan tidak tenang. Sejak saat itu Rania memiliki obat baru setiapbipolarnya membuat perasaanya tidak karuan, ya As-Syifa adalah nama lain dari Al-Qur’an. Dia adalah obat bagi segala penyakit. Ya, meskipun setiap artikel dan dokter mengatakan bahwa bipolar adalah penyakit yang bisa bertahan lama bahkan seumur hidup, tapi bagi Allah SWT tidak ada yang tidak mungkin bukan? Untuk membuat Rania sembuh dan menggapai mimpinya adalah hal yang mudah bagi-Nya. Wallahu’alam.

Semoga Al-Qur’an yang berfungsi juga sebagai obat atau as-syifa dapat menggantikan obat kimia yang harus rania minum seumur hidupnya.