Gambar dari google ^^
Akhirnya...
datang lebih awal ke kampus dengan niatan mengerjakan tugas, berakhir di
facebook dan blog. Masih sangat tidak konsisten =.="
...dan masih dia, Langit. Masih menjadi objek perenunganku.
Tak ku mungkiri perjalanan yang kami lalui pada sebagian usia itu menyimpan
makna. Karena Dia tak menjadikan suatu ada dengan hanya sia-sia belaka. Ada
banyak arti yang pada akhirnya ku coba tafsirkan sedikit demi sedikit, makna
yang Dia bukakan lembar demi lembarnya.
Saat itu, setelah beberapa saat usaha perpisahan kami (yang kesekian
kalinya-jika kutak salah), tiba-tiba saja dia mengirim pesan singkat kepadaku.
Dengan bahasa aslinya yang ..., redaksi yang sedikit lupa, tapi seperti ini
percakapannya:
Dia
: Nda, urang rek ngomong. Tapi tong geer
nya.
Aku
: Naon?
Dia
: Aa kangen k kamu.
Aku
: (berpikir) A itu sebenernya bukan
kangen k Nda tau.
Dia
: Heeuh lain. K indung maneh!
Lalu dia
jengkel dan marah. Lalu aku menjelaskan sesuatu yang agak panjang dan
membingungkan. Lalu kami bertengkar (lagi).
Sebenarnya apa maksudku dengan mengatakan itu? Karena memang aku merasa bahwa
sebenarnya yang selalu dirindukan oleh Langit bukanlah aku, meskipun saat itu
dia ingat kepadaku dan sangat ingin bertemu mungkin.
Ini adalah suatu ke”sotoy”an akutku. Kesotoyan
seorang Nanda yang selalu melihat dan menerjemahkan sesuatu pada sebuah
pemaknaan yang bersumber dari antah berantah, dari batas logika yang ku sendiri
tak pernah bisa membuktikannya. Kalaupun tebakan itu benar, aku tak pernah tahu
itu.
Hanya saja selama kebersamaan kami yang cukup lama itu, aku selalu merasa bahwa
yang selama ini Langit rindui adalah Dia, pemilik hati dan hidupnya...tapi dia
tidak tahu dan tak sadari itu. Atas dasar apa aku menebak seperti itu? Ku
bilang tak ada, hanya perasaanku saja.
Karena saat
itu... aku dan Langit adalah pencari alasan ALASAN untuk hidup dan mengisi
hidup. Kami tetap bersama mengambang mencari Allah yang dekat, tapi tak kunjung
kami temukan. Allah yang kami tahui ada, tapi tak nampak nyata dalam iman.
PENCARI ALASAN untuk mengisi hidup...
Dulu, ketika keheningan tengah bersama aku dan Langit. Sringkali tiba-tiba
terjadi percakapan-percakapan singkat yang mengambang. Setelah itu kami akan
pergi bersama pikiran masing-masing, yang mungkin tak pernah saling kami
ketahui. Kira-kira seperti percakapan-percakapan ini.
Aku
: “Aa,”
Dia
: “Ya,”
Aku
: “Kita ini manusia macam apa ya?”
Dia
: “Manusia beriman,” *pura-pura tidur
atau...
Aku
: “Aa,”
Dia
: “Ya,”
Aku
: “Nanti kita bakal musuhan loh,”
Dia
: “Kenapa?”
Aku
: “Nanti di akhirat...,” *mengambang
atau...
Aku
: (sedikit marah) “Kenapa sih pake ngerokok segala?” (saat dia sedang stes)
Dia
: “Supaya cepet mati,”
Aku
: “Kenapa gak gantung diri atau minum baygon ajah?!”
Dia
: “Itulah... aku masih pengecut. Tidak bisa berani seperti orang-orang yang
melakukan itu,” *keduanya bingung
Itulah, sepertinya kebersamaan kami adalah seumpama narkotika. Ketika efek
obat-obat penenang itu habis maka stres, percakapan-percakapan aneh, juga
pertengkaran-pertengkaran yang terjadi. Ketika kebersamaan itu tidak bisa
mengalihkan hati hari kehampaan yang dirasakan, kami akan saling menyalahkan,
saling memarahi, berkelahi. Atau dalam istilah umum, hubungan masuk pada fase
kebosanan yang kian lama kian memburuk.
***
Saat ini, setelah Allah menghancurkan “pabrik narkotika” yang selalu kami pakai
dan membuat aku harus “direhabilitasi” dengan waktu yang cukup lama dan
melelahkan: aku menemukan satu alasan untuk hidup dan mengisi hidup itu. Suatu
yang mudah diucapkan namun pada kenyataannya sangat berat untuk dipegang dan
dipertahankan.
Hidup HANYA untuk Allah, karena
Allah...
Hidup untuk beribadah HANYA kepada-Nya seperti yang Rasul dan para sahabat
lakukan sepanjang hidupnya.
Ya, cukup untuk Allah saja.
Itu baru ku temukan. Bahkan lutut pun masih bergetar hebat dan bisa saja
sewaktu-waktu terjatuh. Ya, sangat sangat berat memangku satu-satunya tujuan
itu...dan itu hanya bisa berdiri ketika Allah menguatkan kakiku, pundaku,
hatiku, kepalaku, otakku, tanganku... Imanku.
***
Terakhir aku menanyakan kabar Langit kepada Bunga, katanya dia tidak pernah
prustasi ataupun stress seperti saat dulu sedang berjalan bersamaku.
Aku tak tahu bagaimana dia sekarang, semoga saja dia pun sudah menemukan alasan
untuk hidup, alasan untuk bersabar, alasan untuk berjuang dalam menjalani
kehidupan ini.
***
Sekali lagi.
Ini hanyalah ke-sotoy-an seorang Nanda saja. Aku tak pernah membuktikan bahwa
ini benar atau hanya sekadar anggapan gila-ku saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar