Selamat datang Kawan!

Menulis bersama angin...
ayo merdeka! ^-^v

Rabu, 07 November 2012

Kembalikan Anak-anak Ke Sekolah


Gambar dari sini

Dimuat pada harian Inilah Koran 10 Juni 2012

Hari anak-anak sedunia yang jatuh pada tanggal satu Juni kemarin akan lebih baik jika tak hanya menjadi sekadar perayaan saja. Hari itu seharusnya menjadi moment yang baik untuk kembali menengok pada realita. Juga menjadi saat-saat yang tepat untuk mengevaluasi keadaan di Negeri ini. Apakah semua anak sudah mendapatkan hak-haknya? Apakah semua anak dapat merayakannya?
Salah satu hak anak, termasuk hak seluruh warga Indonesia adalah pemerolehan pendidikan. Mengapa pendidikan menjadi hal yang penting? Karena pendidikan adalah seumpama cahaya terang yang akan mengeluarkan manusia dari kebodohan. Pendidikan dapat memperbaiki kehidupan suatu masyarakat. Pendidikan juga suatu proses yang dapat membuat suatu Bangsa menjadi maju dan beradab.
 Akan tetapi keadaan pendidikan di Indonesia yang terekam dalam data-data menunjukan suatu keadaan yang sangat miris. Salah satunya adalah mengenai jumlah anak putus sekolah di Negeri ini. Beberapa sumber menyebutkan jumlah anak putus sekolah di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2009 jumlah anak putus sekolah tercatat sebanyak 750.000 orang. Jumlah itu meningkat pesat di tahun 2010 menjadi 1,08 juta. Kemudian pada tahun 2011 seperti yang diberitakan oleh Compas.com, ada 2,7 juta siswa tingkat SD dan 2 juta siswa setingkat SMP yang terancam putus sekolah. Entah berapa jumlah mencengangkan yang akan kita dapatkan di akhir tahun 2012 permasalahan ini.
Banyak hal yang menjadi sebab dari permasalahan putus sekolah di Indonesia. Salah satunya, dan menjadi penyebab paling “mendukung” peningkatan jumlah kasus putus sekolah ini adalah biaya pendidikan yang semakin mahal. Tidak dapat dimungkiri bahwa biaya pendidikan di Indonesia masih menguntungkan masyarakat kalangan atas. Meskipun pemerintah sudah menaikan anggaran menjadi Rp 286,56 triliun atau sekitar 20,20% dari total APBN Rp 1.418,49 triliun. masyarakat menengah apalagi masyarakat bawah cukup mengap-mengap bahkan kolaps dengan biaya pendidikan yang rasanya masih melangit.
Hal tersebut menjadi sebuah ironi yang tak mengherankan lagi. Yang menjadi sebab adalah penggunaan anggaran yang masih belum tepat sasaran. Juga banyaknya kecurangan-kecurangan dalam penyelenggaraan pendidikan itu sendiri. Di lapangan, masih saja ada sekolah yang melakukan pungli-pungli terhadap para siswanya. Bahkan salah satu sumber menyebutkan bahwa tak kurang dari 30 kasus korupsi dalam dunia pendidikan dilaporkan oleh ICW (Indonesian Coruption Watch). Jadi tidak mengherankan jika anggaran dana pendidikan sebesar lebih dari 20% itu tetap tidak membantu.
Selain itu, salah satu yang menjadi penyebab putus sekolah ini adalah pemahaman yang kurang akan arti dan pentingnya pendidikan. Apalagi dengan kondisi keluarga dengan keadaan ekonomi rendah dan orang tua tidak mengenyam pendidikan. Juga lingkungan yang memang jauh dari pemerolehan pendidikan. Anak-anak lebih dituntut untuk bekerja dan menghasilkan uang daripada bersekolah yang justru menghabiskan uang. Banyak di antara mereka pada akhirnya mengamen, menjadi pemulung, atau pembantu rumah tangga. Padahal justru dengan pendidikan mereka bisa memperbaiki kehidupannya.

Tanggung Jawab Siapa?
            Sesungguhnya pendidikan bukan hanya menjadi tanggung jawab salah satu pihak saja. Semua elemen masyarakat merupakan faktor pendukung dari keberhasilan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Seperti halnya pemerintah, mereka adalah faktor penyokong utama dalam pengelenggaraan pendidikan ini. Sudah seharusnya mereka lebih professional dan sungguh-sungguh untuk menanggulangi semua permasalahan dalam tubuh pendidikan di Indonesia. Tidak hanya sekadar menambah anggaran, tetapi juga didukung oleh pengelolaan yang baik dan sesuai sasaran. Tugas mereka juga untuk segera membersihkan pendidikan dari praktik-praktik kotor para koruptor dan menindak mereka.
Pada kenyataannya masalah biaya ternyata tidak hanya mencakup biaya sekolah saja. Pengadaan buku-buku, seragam, dan ongkos pun seringkali menjadi alasan masyarakat tidak menyekolahkan anaknya, atau memberhentikan pendidikan anaknya. Memang hal tersebut tidak bisa diremehkan mengingat penyediaan sekolah di Indonesia masih menyebar cukup jauh. Namun bukan berarti tidak ada solusi untuk masalah ini, penyediaan beasiswa dari pihak-pihak swasta ataupun masyarakat umum yang peduli terhadap pendidikan bisa sangat membantu.
Selain itu, paradigma masyarakat khususnya masyarakat bawah mengenai pentingnya pendidikan haruslah dibukakan. Karena betapapun mahalnya biaya pendidikan dapat ditanggulangi. Ketika masyarakat tidak memandang pendidikan itu sebagai suatu yang penting, bukan hal yang harus iberikan kepada anak-anak mereka, itu akan tetap menjadi penghambat. Oleh karena itu kaum-kaum intelektual serta masyarakat yang peduli dan paham hendaknya turut menyingsingkan lengan baju dan mengambil andil di dalamnya. Tugas mereka adalah mentransfer pemahaman dan turut serta mengajak masyarakat untuk mensukseskan proses pendidikan di Negeri ini.

Kembalikan Mereka Ke Bangku Sekolah
            Memang cukup sulit dan butuh proses. Akan tetapi ketika semua elemen masyarakat bahu membahu berusaha memecahkan permasalahan pendidikan di Negeri ini, bukan hal mustahil jumlah angka anak putus sekolah  dapat ditekan hingga habis. Anak-anak mendapatkan hak mereka kembali ke bangku sekolah, menuntut ilmu, menjalani pengkaderan bangsa dalam kelas-kelas mereka, dan bersiap menjadi penerus Bangsa untuk membawa Indonesia menjadi lebih maju dan beradab. Serta mampu bersaing dengan Negara-negara lainnya.
            Kini tinggal bagaimana kita melihat dan menyikapi permasalahan pendidikan di Negeri ini. Apakah kita hanya akan berdiam diri dan menonton serta berharap-harap cemas “Adakah yang akan menjadi penyelamat” dan mengutuk pemerintah ketika semuanya memburuk. Atau turut andil untuk mengadakan perbaikan meskipun hanya sebuah hal kecil saja. Itu adalah sebuah pilihan. Tinggak tanyakan kepada diri sendiri, “Apakah kita ingin membantu anak-anak itu kembali ke kelas-kelas dan bangku sekolah mereka atau tidak?”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar