Hari anak-anak sedunia yang jatuh pada tanggal satu Juni kemarin akan lebih
baik jika tak hanya menjadi sekadar perayaan saja. Hari itu seharusnya menjadi moment yang baik untuk kembali menengok pada
realita. Juga menjadi saat-saat yang tepat untuk mengevaluasi keadaan di Negeri
ini. Apakah semua anak sudah mendapatkan hak-haknya? Apakah semua anak dapat
merayakannya?
Salah satu hak anak,
termasuk hak seluruh warga Indonesia adalah pemerolehan pendidikan. Mengapa
pendidikan menjadi hal yang penting? Karena pendidikan adalah seumpama cahaya
terang yang akan mengeluarkan manusia dari kebodohan. Pendidikan dapat
memperbaiki kehidupan suatu masyarakat. Pendidikan juga suatu proses yang dapat
membuat suatu Bangsa menjadi maju dan beradab.
Akan tetapi keadaan pendidikan di Indonesia
yang terekam dalam data-data menunjukan suatu keadaan yang sangat miris. Salah
satunya adalah mengenai jumlah anak putus sekolah di Negeri ini. Beberapa
sumber menyebutkan jumlah anak putus sekolah di Indonesia semakin meningkat
setiap tahunnya. Pada tahun 2009 jumlah anak putus sekolah tercatat sebanyak
750.000 orang. Jumlah itu meningkat pesat di tahun 2010 menjadi 1,08 juta.
Kemudian pada tahun 2011 seperti yang diberitakan oleh Compas.com, ada 2,7 juta
siswa tingkat SD dan 2 juta siswa setingkat SMP yang terancam putus sekolah.
Entah berapa jumlah mencengangkan yang akan kita dapatkan di akhir tahun 2012
permasalahan ini.
Banyak hal yang
menjadi sebab dari permasalahan putus sekolah di Indonesia. Salah satunya, dan
menjadi penyebab paling “mendukung” peningkatan jumlah kasus putus sekolah ini
adalah biaya pendidikan yang semakin mahal. Tidak dapat dimungkiri bahwa biaya
pendidikan di Indonesia masih menguntungkan masyarakat kalangan atas. Meskipun
pemerintah sudah menaikan anggaran menjadi Rp 286,56 triliun atau sekitar
20,20% dari total APBN Rp 1.418,49 triliun. masyarakat menengah apalagi
masyarakat bawah cukup mengap-mengap bahkan kolaps dengan biaya pendidikan yang
rasanya masih melangit.
Hal tersebut menjadi
sebuah ironi yang tak mengherankan lagi. Yang menjadi sebab adalah penggunaan
anggaran yang masih belum tepat sasaran. Juga banyaknya kecurangan-kecurangan
dalam penyelenggaraan pendidikan itu sendiri. Di lapangan, masih saja ada
sekolah yang melakukan pungli-pungli terhadap para siswanya. Bahkan salah satu
sumber menyebutkan bahwa tak kurang dari 30 kasus korupsi dalam dunia
pendidikan dilaporkan oleh ICW (Indonesian Coruption Watch). Jadi tidak
mengherankan jika anggaran dana pendidikan sebesar lebih dari 20% itu tetap
tidak membantu.
Selain itu, salah satu
yang menjadi penyebab putus sekolah ini adalah pemahaman yang kurang akan arti
dan pentingnya pendidikan. Apalagi dengan kondisi keluarga dengan keadaan ekonomi
rendah dan orang tua tidak mengenyam pendidikan. Juga lingkungan yang memang
jauh dari pemerolehan pendidikan. Anak-anak lebih dituntut untuk bekerja dan
menghasilkan uang daripada bersekolah yang justru menghabiskan uang. Banyak di
antara mereka pada akhirnya mengamen, menjadi pemulung, atau pembantu rumah
tangga. Padahal justru dengan pendidikan mereka bisa memperbaiki kehidupannya.
Tanggung Jawab Siapa?
Sesungguhnya
pendidikan bukan hanya menjadi tanggung jawab salah satu pihak saja. Semua
elemen masyarakat merupakan faktor pendukung dari keberhasilan penyelenggaraan
pendidikan di Indonesia. Seperti halnya pemerintah, mereka adalah faktor
penyokong utama dalam pengelenggaraan pendidikan ini. Sudah seharusnya mereka
lebih professional dan sungguh-sungguh untuk menanggulangi semua permasalahan
dalam tubuh pendidikan di Indonesia. Tidak hanya sekadar menambah anggaran,
tetapi juga didukung oleh pengelolaan yang baik dan sesuai sasaran. Tugas
mereka juga untuk segera membersihkan pendidikan dari praktik-praktik kotor
para koruptor dan menindak mereka.
Pada kenyataannya
masalah biaya ternyata tidak hanya mencakup biaya sekolah saja. Pengadaan
buku-buku, seragam, dan ongkos pun seringkali menjadi alasan masyarakat tidak
menyekolahkan anaknya, atau memberhentikan pendidikan anaknya. Memang hal
tersebut tidak bisa diremehkan mengingat penyediaan sekolah di Indonesia masih
menyebar cukup jauh. Namun bukan berarti tidak ada solusi untuk masalah ini,
penyediaan beasiswa dari pihak-pihak swasta ataupun masyarakat umum yang peduli
terhadap pendidikan bisa sangat membantu.
Selain itu, paradigma
masyarakat khususnya masyarakat bawah mengenai pentingnya pendidikan haruslah
dibukakan. Karena betapapun mahalnya biaya pendidikan dapat ditanggulangi.
Ketika masyarakat tidak memandang pendidikan itu sebagai suatu yang penting,
bukan hal yang harus iberikan kepada anak-anak mereka, itu akan tetap menjadi
penghambat. Oleh karena itu kaum-kaum intelektual serta masyarakat yang peduli
dan paham hendaknya turut menyingsingkan lengan baju dan mengambil andil di
dalamnya. Tugas mereka adalah mentransfer pemahaman dan turut serta mengajak
masyarakat untuk mensukseskan proses pendidikan di Negeri ini.
Kembalikan Mereka Ke
Bangku Sekolah
Memang cukup sulit dan
butuh proses. Akan tetapi ketika semua elemen masyarakat bahu membahu berusaha
memecahkan permasalahan pendidikan di Negeri ini, bukan hal mustahil jumlah
angka anak putus sekolah dapat ditekan
hingga habis. Anak-anak mendapatkan hak mereka kembali ke bangku sekolah,
menuntut ilmu, menjalani pengkaderan bangsa dalam kelas-kelas mereka, dan
bersiap menjadi penerus Bangsa untuk membawa Indonesia menjadi lebih maju dan
beradab. Serta mampu bersaing dengan Negara-negara lainnya.
Kini tinggal bagaimana
kita melihat dan menyikapi permasalahan pendidikan di Negeri ini. Apakah kita
hanya akan berdiam diri dan menonton serta berharap-harap cemas “Adakah yang
akan menjadi penyelamat” dan mengutuk pemerintah ketika semuanya memburuk. Atau
turut andil untuk mengadakan perbaikan meskipun hanya sebuah hal kecil saja.
Itu adalah sebuah pilihan. Tinggak tanyakan kepada diri sendiri, “Apakah kita
ingin membantu anak-anak itu kembali ke kelas-kelas dan bangku sekolah mereka
atau tidak?”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar